22.
SAMPAI KEPADA ALLAH
Tuhan ku berseru kepada ku : Hendaklah engkau berjalan menuju kepada Ku, dan Akulah yang menjadi pandu penuntunmu. Maka akupun berjalan... kulihat diriku sendiri; Ia pun berseru lagi :
Lalui semuanya! Arahkan tujuanmu kepada Ku saja. Sungguhpun bila engkau berhenti bersama dirimu yang tercela, niscaya engkau akan binasa, dan bila engkau berhenti dengan dirimu yang terpuji, niscaya engkau terhijab.
Sungguh, bila engkau telah terhijab dengan panggilan-panggilan yang terpuji itu, maka engkau akan didatangi oleh panggilan-panggilan yang tercela, dan dengan paksa engkau akan di tawan, penyebabnya tak lain karena engkau terhijab.
Aku pun melanjutkan perjalanan, maka kulihat akal pikiranku. Sambung Nya : Lalui saja dan jangan diperdulikan, tetapkan tujuanmu pada Ku! Bila akal yang datang akan disusul oleh hikmat kebijaksanaan; dan bila ia pergi maka ia pun akan melihat dirinya. Bila ia membawamu masuk ke dalam hikmat kebijaksanaan, ia pun akan berkata kepadamu “Ikutlah aku”, maka kekuasaan sudah berada di tangannya.
Bila ia datang, maka engkaupun akan menyertainya kepada hikmat kebijaksanaan; Bila ia pergi engkaupun akan mengikutinya menuju kepada hijab. Langkahi saja siapa-siapa yang datang dan siap-siapa yang pergi. Aku teruskan perjalanan... ujarNya pula : Engkau telh melewati bahaya itu!... kulihat kerajaan duniawi seluruhnya dengan sekali pandang; Berkata pula Tuhan kepadaku : Lalui dan langkahi apa-apa yang berada di dalamnya! Maka kesemuanya itu adalah kesenangan nafsumu dan impian-impiannya.
Kemudina kulihat kerajaan-kerajaan semuanya dengan sekali pandang; Kata Nya pula : “Lalui dan langkahi apa-apa yang berada di dalamnya! Maka kesemuanya itu adalah kesenangan akal budimu dan rumahnya. ..... Aku pun melalui, kemudian kulihat hikmah kebijaksanaan menyambut.
Kedatanganku dan membukakan pintu-pintu, dan di balik pintu-pintu itu terdapat pintu-pintu lagi, yang di dalamnya terdapat khazanah-khazanah, dan khazanah-khazanah itu berisi pula harta-harta kekayaan, lalu akupun didatangi oleh akal, jiwa, ilmu dan makrifat, semuanya serempak mendatangiku; maka Tuhan pun berkenan berkata padaku : engkau sudah menjalani segala sesuatu!..
Lemparkan himat kebijaksanaan kepada orang-orangnya dan buatlah perjanjian dengan mereka, supaya mereka membangun gedung-gedung dan rumah-rumahnya; inilah apa yang mereka tuju, mereka menginginkan agar engkau bercerai, dan mereka menceraikan engkau. Tetap sajalah engkau berjalan menuju pada Ku! Dan kesemuanya itu tidak layak bagimu utuk engkau tempati, engkaupun bukan penghuni yang herus menetap untuk selama-lamanya di sana!
Kembali aku berjalan lagi, kulihat orang-orang lalu lalang dan mereka yang berjalan, kulihat pula para ulama dan para zahid dan para muttaqien. Lalu berkatalah Tuhan padaku : Orang-orang yang lalu lalang akan sejurus dengan arah tujuannya; dan sekali-kali tiadalah orang yang lalu-lalang itu akan mengajakmu kecuali kepada maqam dan iqamahnya, dimana mereka berada; Maka bila engkau tertarik oleh orang alim atau ulama, engkau akan diundang kepada ilmu penegtahuannya; bila engkau menyukai orang arif, engkaupun akan dilambai kepada makrifat; lintasi saja mereka itu semua. Kesemuanya itu adalah lalu-lintasmu dan bukan tujuanmu, juga bukan tempatmu untuk tinggal...
Aku melanjutkan berjalan lagi ... ku lihat segala sesuatu, kulihat wajah di balik wajahnya, dan apa yang berada di balik arti dan makna, kesemuanya menawarkan diri padaku dan berlomba menariku dengan berbagai usaha agar aku berpaling padanya. Tuhan pun berkata lagi : Segala sesuatu itu menawarkan diri melalui penglihatanmu yang memandang, dan mengaitkan akan arti dan makn dengan selera penggembaraanmu itu; waspadalah pada pandanganmu, jangan menengok kepada sesuatu agar mereka jemu dan menutup lesannya supaya tidak lagi menawarkan apa-apa padamu; Simpanlah kemauan kerasmu dari segala arti dan makna, dan himpunlah atas Ku. Sungguh jika mereka itu tidak melihat engkau berkemauan keras, niscaya mereka tidak menawarkan dan menarik-narimu.... Akupun menahan pandanganku dan menaggalkan kemauan kerasku. Dengan nada gembira Ia pun berseru : Marhaban!! Terhadap hati hamba Ku yang sunyi dari segala sesuatu. Lalu Ia pun bersabda : Engkau telah lulus! Engkau sudah melewati alam semesta (Al Kauniah) dan sekarang tiba dalam perjumpaan dengan Pencipta Alam Semesta (Al Mukawwin).
Di saat itu aku mendengar Sabda-Nya : KUN (jadilah) disusul pula oleh sabda Nya : Jangan engkau berhenti dalam pesona “KUN” Lalui! Lewati! Walaupun “Kun” itu sumber pokok alam semesta; Jangan engkau dibawa-bawa hingga turun ke bawah lagi dari maqammu. Kulalui “Kun” dengan merendah-rendah; Sabdanya pula : Akulah Allah.... Ku sahuti : “Engkaulah Allah” Engkau pelindung ku (Maulaya) yang menfitrahkan daku untuk berdiri di antara kedua tangan Mu yang menjadi persai untukku dari sambaran perintah dan larangan Mu.
23.
PENGLIHATAN YANG AGUNG
Tuhan bertutur kata kepadaku : Pertama hijab adalah hijab bagi penglihatan (Ar Ru’yah) dari penglihatan beralih ke hijab Pendengaran... engkau mendengar demi untuk Allah; Dan pendengaran itupun bertingkat-tingkat ... dari pendengaran demi untuk Allah ,... beralih ke hijab. Diam untuk Allah dan diam itupun bertingkat-tingkat pula.
Tutur katanya pula : Bagaimana hingga engkau diam membisu? Mengapa tidak engkau pikirkan? Mengapa engkau tidak berkemauan? Akupun menjawab : Maluaya (pelindungku)! Bagaimana aku tidak memikir? Maliaya, bagaimana aku tidak berkemauan?
Dian pun membalas : Bila sudah jelas bagimu bahwa Aku lah pelaksana segala sesuatu, untuk apa pula engkau memikir? Jika sudah terlihat segala sesuatu adalah perbuatan Ku, sedang engkau telah memikirkan, niscaya jiwamu akan datang kepadamu memberi jawaban: Yang ini perbuatan Nya dan yang ini perbuatan mu.
Bila engkau dihadapkan pada pemisahan, sebenarnya tidak ada pemisahan... Niscaya akan berpisahlah engkau.... Bila engkau diperlihatkan tercerainya... tiada perceraian yang sebenarnya.... niscaya engkau bercerai pula.... Bila terputus kaitan oleh perceraian, engkau akan datang kepa Ku dengan mempersiapkan pengaduan dan perbantahan serta meu merebut apa yang Ku punyai.... Ketahuilah, engkau telah melihat kepada Ku, bahwa Aku lah pelaksana merangkap pelaku atas segala sesuatu, jangan dengan ilmu untuk mengetahui pelaksana dan pelaku segala sesuatu....dengan demikian engkau akan membisu demi untuk Ku, dan tidak lagi engkau akan memikirkan. Sesungguhnya pembahasan mendalam dalam ilmu pengetahuan itulah yang menyebabkan terbersit engkau agar berfikir.
Tuhan berkata pula padaku : Bila telah tertangkap olehmu antara perbuatan dan yang melakukan dari balik punggungmu, bukan di anatar kedua tanganmu ... dan engkau telah melihat tiada antara Ku dan antaramu “engkau” dan tiada di antara Ku dan antaramu perbuatan, niscaya tiadalah engkau berkemauan keras.
Tuhan menyambung lagi kata Nya : Aku mempunyai perkataan-perkataan suatu pandangan berupa “kata”; dan Aku mempunyai perbuatan-perbuatan suatu pandangan berupa “Pelaksanaan” dan Aku mempunyai ilmu-ilmu suatu pandangan berupa “Ilmiah” dan terhadap segaala sesuatu pandangan berupa “Berdirinya” (Qoyyumiah). Dan setiap yang memandang berkisar pada siapa yang melihatnya, apa yang dilihatnya (Pandangan berupa ucapan kata).
Dan pandangan berupa ilmu, ialah alim ulama yang mengatakan dalam suatu ketika... “Aku merasa bahwa Allah mengilhami” diriku dengan ungkapan yang demikian,,,; maka ia seakan-akan melihat Allah dalam ilmunya.
Dian Ia bertuturkata lagi kepadaku : Orang yang sudah memiliki “penglihatan” dalam berkata-kata, ia melihat Ku bila ia berkata, dan ia di atas sesuatu bahaya; juga para alim yang sudah “melihat Ku” tahu benar adanya bahaya.
Akupun bertanya kepada Nya : Maulaya, apakah gerangan bahaya itu ??? IA menjawab : Ucapan dan tutur katanya tidaklah terus menerus baginya dan tidak berkekalan, maka apabila ia berpisah dengan penyebab yang ia dapat melihat, niscaya ia akan berpisah dengan penglihatan itu, maka inilah bahaya itu... berpisah dengan tutur kata niscaya ia akan berpisah dengan penglihatan, berpisah dengan ilmu niscaya ia akan berpisah dengan penglihatan.
Katanya pula : Yang mempunyai penglihatan berupa kata-kata, ia melihat Ku bila ia berkata, dan tiada melihat Ku manakala ia diam, maka berarti penglihatannya yang sebenarnya dalam tutur katanya. ... tetapi sebesar-besar melihat adalah dalam diam bukan dalam ucapannya.... dan engkau dapat melihat yang demikian itu sedangkan ia tidak dapat melihatnya, karena sesungguhnya engkau melihat Ku tidak dalam tutur kata, melihat Ku tidak dalam perbuatan, melihat Ku tidak ilmu dan melihat Ku tidak dalam amal, maka engkau sudah memiliki “Penglihatan Yang Agung”, engka melihat Allah dalam segala sesuatu, dalam diam dan dalam ucapan, engkau melihat Nya tanpa dinding penutup antaramu dan antara Nya.
Perktaan itu dinding penutup dari penglihatan.... begitu juga halnya ilmu dan amal, sesungguhnya Aku mempunyai hamba-hamba yang sanggup melihat dari balik tirai hijab, maka bila engkau telah melihat Ku bukan dari bawah tirai, bukan juga dari bawah nama, maka sesungguhnya engkau telah melihat Ku dengan “Penglihatan Yang Agung”. Aku mempunyai hamba-hamba yang tidak membesar-besarkan penglihatan ini, karena telah tersingkap nyata dan tidak Ku ijinkan tirai penutup bagi mereka, telah Ku angkat pula nama dari mereka, sudah tidak Ku ijinkan lagi nama menjadi penghalang baginya.
Lalu ku ajukan pertanyaan manja kepada Nya : Maulaya, apakah tabir penutup itu? Dan apakah nama itu? Ia pun menjawab : Tabir penutup dan nama itu adalah perkataan yang mana di dalamnya, kesedihan dan ketakutan, ia melihat Ku di dalamnya, dan apabila ia telah “melihat Ku” dan sudah tidak melihat tabir pnutup dan tidak melihat nama di antara Ku dan antaranya, niscaya ia tercengang dan akan disngkap oleh keheran-heranan (Al Buhtu wal buhut).
Dan ia berkata kepadaku : Hai yang memiliki “Penglihatan Yang Agung” engkau dapat melihat orang yang dapat melihat, orang yang beramal, orang yang berdiri tegak, engkau dapat melihat pada penglihatan mereka, dan dikala mereka keluar dari penglihatan mereka. Dan kata Nya : Tiada saling duduk bersama semajlis, kecuali yang sudah di tahap “Penglihatan Yang Agung” dan lanjut Nya : Yang saling berkawan duduk adalah mereka yang di ambang penglihatan dan di belakang dari kanan kiri ambang pintu itu diddapati Ba’ussifah (Yang sudah keluar dari sifat manusiawi ketika mereka sudah berada di ambang pintu).
Yang mempunyai penglihatan itu ada dua : Pertama yang mempunyai Asma’ dan tabir penutup, dan itulah seorang kawan duduk yang berbahaya; Karena bukanlah kawan duduk yang mengakui Aku sebagai Tuhannya yang dapat ia melihat pada Ku di dalam hijab, maka ia adalah kawan duduk bagi apa-apa yang ia melihat Ku di dalamnya dan bukanlah ia kawan duduk Ku;
Kdua : Yang berpisah dari nama-nama serta dari tabir penutup... ia akan tercengang, ia akan melihat Aku dalam keheran-heranan.
Perkenankanlah ku ajukan pertanyaan ini : Maulaya; Apakah Al Buhut (keheran-heranan) itu? Jawabnya : Keheran-heranan itu adalah hendaknya ia keluar dari nama-nama dan tabir penutup, lalu ia melihat Aku, maka ia akan merasakan ketenangan dengan penglihatannya, dan di ssaat itu tidak sepatah ucapanku dan juga tidak sepatah pun ucapan dari padanya.
24.
SOPAN SANTUN BERMAJELIS
(1)
· ang membeberkan hajat kebutuhan dan keluh kesah kepada Ku, telah jelas terlontar dari lisannya jalan pelarian
· Simpanlah hajat kebutuhanmu dalam hatimu dan jangan engkau beberkan, niscaya Aku menjadi tempat pelarianmu dan bukan lisanmu.
· Sesorang yang tenang tenteram, ialah siapa yang menjadikan Aku tempat pelariannya, bukan lisannya; lisan-lisan itu tidak mendapat perlindungan Ku, dan kata-kata pun tidak pula mendapat pertolongan Ku. Hendaklah engkau menutup lisanmu agar diam, dan engkau sajalah yang berdYiri di antara kedua tangan Ku
(2)
· Yang membeberkan hajat kebutuhan dan keluh kesah kepada Ku, telah jelas terlontar dari lisannya jalan pelarian
· Simpanlah hajat kebutuhanmu dalam hatimu dan jangan engkau beberkan, niscaya Aku menjadi tempat pelarianmu dan bukan lisanmu.
· Sesorang yang tenang tenteram, ialah siapa yang menjadikan Aku tempat pelariannya, bukan lisannya; lisan-lisan itu tidak mendapat perlindungan Ku, dan kata-kata pun tidak pula mendapat pertolongan Ku. Hendaklah engkau menutup lisanmu agar diam, dan engkau sajalah yang berdiri di antara kedua tangan Ku
(3)
· Bila engkau melihat Ku, jangan hendaknya engkau menjadi kawan duduk Ku; Penglihatan itu jangan diartikan izin untuk berkawan semajelis, melainkan bila penglihatan itu adalah “Penglihatan Yang Agung” yang dengannya engkau melihat Ku dalam segala sesuatu dan pada setiap waktu.
· Duka cita itu adalah sifat hamba Ku. Barang siapa yang menghambakan diri pada Ku, akan memperoleh kesedihan hingga sampai ke tahap “Milhat Ku” dan yang sudah melihat Ku akan bersedih pula sebelum sampai pada “Berkawan duduk semajelis” Dan barang siapa yang “Berkawan duduk semajelis” dengan Ku disusul pula oleh kesedihan “Luput daripada Ku”. Karena Aku yang akan meluputkan . Keluputan itu aalah sifat Ku, karenanya, duka cita dan kesedihan itu akan selalu menyertainya. Sesungguhnya yang menyertainya itu adalah jru bicara dari lisan-lisan di bawah pemeliharaan Ku. Adapun “Berita gembira” (Al Busyra) adalah juru bicara dari lisan-lisan keridhaan Ku; Jangan hendaknya engkau berhenti, baik dalam duka maupun suka, berdirilah hanya untuk Ku, sebagaimana layaknya para “Kawan duduk semajelis” dengan Ku, berdiri di anatara kedua tangan Ku. Baru tahap inilah Nur Cahaya Ku akan memancar, menyinar, menjulang naik ke lubuk hatimu.
(4)
· Di dalam kawan duduk semajelis, sudah tiadalagi zikir, dan tiada pula berzikir, dalam ia memandang tidak berbalik kembali pandangannya, paham..... tiada ucap pemahamannya.
(5)
· Sudah berkesudahan keteguhann ilmu-ilmu pada ketenangan makrifat, telah berkesudahan ketentuan makrifat pada budi pekerti penglihatan, telah berkesudahan budi pekerti penglihatan pada budi pekerti kawan duduk semajelis. Kesemuanya telah berlalu, kesemuanya sudah dikenal dan dialami, maka ia pun akan melihat Ku antara hati dan kemauan kerasnya, dan antara lidah dan tutur katanya.
Maka berserulah Ia kepda Ku “Seorang” kawan duduk semajelis” sudah tidak lagi memohon fatwa dan tidak pula memohon perkenan, tidak juga pertolongan apalagi minta-minta, ungkapan pun juga tidak..
Bila fatwa yang diminta, maka ia pun menurun kepada ilmu, bila yang diminta perkenan, balik lagi ia kepada makrifat, jika pertolongan yang diharapkan, turunlah ia ke hajat, dan jika ia masih minta-minta, jelas dia turun ke kefakiran, jika ungkapan yang diharapkan ia turun ke berpaling.
IA pun melanjutkan tutur kata Nya : Di sini, kawan duduk semajelis, baginya dari setiap sesuatu itu berupa ilmu, dan dari setiap ilmu itu adalah zikir, itulah sebenar-benar hamba Ku yang sudah sepenuhnya melingkupi segala himpunan. Selanjutnya : Pandanglah apa yang dilihat “Kawan duduk Ku” ia sudah melihat takdir-takdir, dan melihat bagaimana Aku menghalau takdir demi takdir, dan melihat bagaimana Aku mengulangi takdir-takdir itu dengan aneka cara yang Ku kehendaki; karena sesungguhnya Akulah yang memulai penciptaan kemudian mengulanginya (Al Mubdi-u wal Mu’ied). Keyakinannya itu terlihat merupakan Nur antara kedua tangan Ku... Nur, cahaya berpadu cahaya yang bermakrifat. Dan ia melihat Ku, sebagaimana Aku menjulangkan Nur demi Nur ... Cahaya demi cahaya...atas siapa yang Ku kehendaki.... tampak semua itu, terlihat semua ilmu dan semua kejahilan, sehingga tampaklah “Duka dan waham; Terlihat jelas bagaiana cara Ku menimpakan “Dua dan waham” dengan apa dan kepada siapa yang Ku kehendaki. Hati demi hati terlihat jinak dan tenang manakala duduk bersama Ku semajelis.
Disambung pula kata Ny : Seorang yang sudah Ku jadikan “Kawan duduk semajelis” tidak lagi ke derajat ilmu dan makrifat, kecuali dalam keadaan mendesak, kalaupun mendatangninya juga, maka datangnya dengan penuh cara yang sopan, begitu selesai apa yang diperlukan, ia pun surut ke tempat asalnya.
Mendatangi dengan cara yang demikian, niscaya derajat ilmu dan makrifatnya tetap diperoleh tanpa kehilangan derajatnya yang semula. Ia akan “Dimiliki” dan tidak akan dilepaskan dan tidak memperoleh kemenangan.
(6)
· Bila engkau duduk di antara kedua tangan Ku, dan masih ada padamu ilmu dan makrifat yang saling berkaitan pada dirimu, niscaya Aku akan mengeluarkan engkau dari majelis Ku untuk kembali masuk ke dalam ilmu dan makrifat, dan Ku serahkan padamu menentukan pilihan untuk mengambil keputusan dan hukum antaranya dan antaramu.
Bila putusanmu duduk dalam ilmu, maka ilmu itu tidak mendatangimu dengan kepuasan, lalu engkau pindah kepada makrifat, maka makrifat itu tidak mendatangimu dengan kepuasan; Kedudukan saja engkau di antara kedua tangan Ku. Dalam Majelis Ku tidak akan dimasuki oleh langganan-langganan. Kawan duduk Ku tidak akan menoleh ke belakang dan tiada lisan yang akan mengajak bicara.
(7)
· Kawan dudu Ku itu sudah melihat pada Ku, bagaimana Aku memegang segala sesuatu dan bagaimana sesuatu-sesuatu itu tidak dapat saling berpegang tanpa Aku, sedangkan ia sudah melihat bahwa segala sesuatu adalah buatan Ku, tidak dapat berdiri tegak melainkan dengan Ku. Tiada juga dikecualikan “duka cita dan waham”, tiada pula benih-benih buah buahan yang berserakan di jalan-jalan, tidak juga batu merah tembok bangunan, semua, semua... Maka segala sesuatu itu dalam genggaman Ku. Jika telah fana kawan duduk Ku, baru Ku ungkapkan tirai hijab, dan lumatlah langit-langit dan bumi-bumi demi kerinduan kepada mereka agar mereka menjadi kawan duduk dan dekat bersanding dalam majelis Ku yang baru.
25.
KESABARAN
Pintu yang terdekat dengan pintu Ku adalah pintu kesabaran. Demikianlah kata Tuhan kepadaku: Tiada pintu lagi antar Ku dan antaranya, dan pintu-pintu lain berada di belakang pintu sabar. Setiap pintu satu hijab, dan pintu kesabaran tidaklah berhijab, maka hendaklah engkau iqamah di dalamnya.
Engkau menginginkan Tuhanmu?
Hendaklah engkau memandang kepada Nya dan bersabar, hingga Dia yang mendahuli!
Engkau menginginkan Tuhan mu?
Hendaklah engkau memandang kepada Nya dengan kekhusukan, sampai Dia yangmengajakmu!
Tutur Tuhan kepadaku : Bila engkau menjadi seorang yang mulaia dengan kesabaran atas Ku dan kesabaran atas Ku itu menjadikan engkau mulia; Karena sesungguhnya engkau telah berdiri di Gerbang Kesabaran, berarti engkau berdiri di kemuliaan, maka ucapkanlah kalimat-kalimat kesabaran. Dan kata Nya : Kalimat-kalimat pintu kesabaran ialah : Ya... Tuhan ku! Engkaulah yang berkuasa berbuat atas segala sesuatu”.
IA telah mendatangi hamba Nya dengan suruhan : Hendaklah engkau mengerjakan sesuatu ini dan itu!! I mendatangi hamba Nya dengan membawa hijab, agar hamba Nya tidak melihat amal perbuatannya!
Ia pula yang menguji.
Ia pula yang mencoba.
Hamba itu telah termakan fitnah oleh amal perbuatannya.
Lalu apa yang dikerjakan oleh si hamba itu?
Ia harus bersabar demi tuhannya, ia harus bersabar atas Tuhannya, hingga tiba saatnya “Keyakinan” mendatanginya.
Bila ia diserang dengan tebasan pedang hendaklah ia maju menghadapinya.
Arti Ayat : Bukanlah kamu yang membunuh mereka, tetapi Allah-lah yang membunuh mereka (QS. Al Anfal 8:17).
Maka inilah ungkapan hakikat, Dialah yang membunuh kuffar itu ... satu persamaan yang terjasdi, pada dhahirnya ... Kaum Mislimin telah bersabar! Penuh ketabahan serta gigih mempertahankan ... mereka diserang oleh pedang mereka, malahan maju dan tetap melakukan perlawanan. Bila mengatakan “Hendaklah kalian melakukan peperangan dan saling bunuh membunuhlah! Lakukanlah! Laksanakan! Dan berjihadlah dengan penuh perasaan mengetahui akan kebenaran, bahwa Dia lah yang membunuh dan Dia lah yang melaksanakan segala sesuatu.
Dan Ia bertutur kata kepadaku : Bila aku telah datang kepadamu dalam penglihatanmu kepada Ku, maka sudah tidak ada lagi kemuliaan”. Kemuliaan telah tunduk kepada Yang Maha Mulia, dan Yang Maha Mulia telah mendatangi hamba-Nya.
Aku telah mendatangkan engkau kepada Ku, dalam penglihatan Mu itu engkau telah berada di maqam kemuliaan. Bila engkau berpaling, maka Aku lah yang meluruskan. Bila engkau menoleh, Aku lah yang mengembalikan.
Seru Nya Pula : Pintu Hadirat Ku, ialah pintu kesabaran atas Ku.
Dan kata Nya : Di dalam pintu kesabaran atas Ku engkau akan dapat mengetahui siapa engkau dan siapa namamu di sisi Ku.
Dan kata Nya : Ilmu itu tangga naik menuju makrifat, setelah itu ia akan melihat dirinya dan tiada lagi terlihat makrifat... makrifat itu tangga naik menuju penghentian (Al Waqwah) penghentian itu tangga naik menuju rahasia (As Sir), setelah itu akan terlihat penghentian dan tidak lagi terlihat “rahasia” Dan setelah itu tidak terlihat lagi selain Nya.
Lalu Ia bertutur kata padaku : Sesungguhnya engkau telah melihat segala sesuautu, dan engkau akan melihatnya apapbila ia naik, apa yang terlihat adalah dirinya sendiri; maka engkau jangan naik kepada sesuatu sekalipun ia mengungkapkan tentang dirinya kepadamu. Jangan pula engkau bersembunyi di kala sesuatu itu mendatangi untuk mengikutimu, tetapi bersembunyilah manakala ia mengajakmu berbicara.
26.
SIAPA PELINDUNGKU DARI HAWA NAFSU
Aku dihentikan di ilmu Nya, maka kulihat bagaimana ulah Nya membuat derita. Dan Dia membuat kebahagiaan oleh sesuatu sebab, yang mana sebab itu adalah Dia sendiri.
Kulihat pula tiadalah Ia mendhahirkan ilmu itu. Kulihat pula cara-cara Nya memalingkan kekufuran dan memalingkan keimnanan. Akupun menjerit memohon pertolongan ... Hai ilmu! Tolonglah kau! Ilmu menjawab : Tempat kembaliku adalah ilmu Nya... aku menoleh ke makrifat : Hai makrifat! Tolonglah aku! Jawabnya : Tempat kembaliku kepada ilmu Nya!... Aku takut! Kengerianku menjawab : Aku tidak bisa menolongmu. Akupun berdo’a “Ya Tuhan ku” Ia menjawab L “Labbaika” Kusahuti :Labbaika w Sa’daika.... Ia berkata : Apa pintamu? Teguhkan aku; Selamatkan daku dari hawa nafsu:
Ketahuilah! Tutur Nya... “Hawa nafsu itu adalah utusan dari utusan-utusan keperkasaan Ku yang teguh, yang telah Ku kirimkan kepadamu, dan didalam hawa nafsu itu terdapat api-Ku, apabila hawa nafsu itu datang, niscaya api-Ku datang pula, maka masukilah! “Bagaimana caraku memasukinya?... Jangan engkau memohon pertolongan dengan ilmu dan jangan dengan makrifat, keduanya jika engkau minta pertolongan, maka engkaulah beserta ilmu dan makrifat yang menjadi tawanan hawa nafsu”.
“Dan ketahuilah... tiada penolong dari hawa nafsu itu kecuali Allah.... Dan sekali-kali tiadalah engkau dapat keluar dari “Api hawa Nafsu” dengan lmumu dan tidak juga dengan makrifatmu. Dan api itu akan membakar bagian-bagian dirimu yang sudah minta tolong pada ilmu dan makrifat, bila telah selesai membakar, maka engkau akan suci bersih dan enggkau sudah mencapai... “Bahwa tiada penolong selain Ku” ... lalu engkau akan menjerit pada Ku, Aku pun segera mendatangimu, lalu Ku singkirkan api Ku, maka tidak lagi akan kembali padamu.
27.
PERTIMBANGAN AMAL DAN PERTIMBANGAN IMAN
Tuhan berkata kepadaku : “Aku telah menimbang amal perbuatan para orang yang beramal, maka kesemuanya tidak dapat menandingi sekurang-kurangnya makrifat para arifin yang paling sedikit.
Dan Allah melanjutkan : “Bahwa amah sholeh apabila dilakukan oleh selian para arifin “Bilah” akan berkesudahan sia-sia, gugur atau hapus sama sekali, maka amal tersebut bagaikan abu yang ditiup angin dengan keras pada Hari Badai,... maka tumpukan amal yang membukit tidak dapat menandingi zarrah dari iman, karena tiadalah pembuat amal itu dalam hakekatnya kecuali Allah... dan tiada yang berbuat perbuatan selain Nya.
Sehingga ada orang yang mengakui bahwa di sampingnya suatu perbuatan.. lalu ia mengatakan “Aku telah mengamalkan”
Perhatikanlah : Bahwa hanya dengan maktifat orang dapat beramal, dan bukan dengan amal orang dapat bermakrifat.
28.
AKAL BUDI
Akal budi itu menjelaskan kepadaku : Kediamanku di dalam hikmat kebijaksanaan, rumah hikmat kebijaksanaan tiada berpintu, dan tiada pagar, mudah dimasuki ... kebenaran dan kebatilan tiada berbeda, yang indah dan yang buruk dapat memasukinya.
Sluruh rumah dipenuhi dengan pintu-pintu dan itulah rumah tanpa atap tanpa naungan, tiada juga tanah untuk dasar rumah itu, segala sesuatu bebas masuk ke dalam, segala sesuatu boleh berkata sesuka hati, pengaduan apapun ku terima, boleh saja aku dimusuhi dan aku berada di setiap kemauan.
Engkau telah memasuki Hadirat itu dan engkau telah meninggalkan aku dengan Nur cahaya maqammu, tetapi aku tetap bersamamu, aku tidak akan meninggalkan engkau, karena maqamku itu ada di dalammu, maka tiada ku terima pemberitahuan apappun daripadamu dan aku pun tidak mengerti sikapmu... demikianlah penjelasan akal.
(Akal budi itu suatu alat untuk mengenal dan mengetahui sesuatu, serta menjadi tali penghubung pula, dan kesudahannya ia dapat mencapai hikmat kebijaksanaan untuk membina dan menyusun dengan satu perhitungan yang tepat. Dan inilah batas-batasnya serta melangkahi dengan berupaya menuju kepada Nur Cahaya Hadirat... dan di dalam Nur Cahaya Hadirat itu sang akal budi tidak memahami apapun karena sudah bukan maqamnya lagi).
29.
JALAN LALU DAN PENYEBERANGAN
Seorang wali yang melazimi di maqam Hadirat berkata : Makrifatku terhadap segala sesuatu merupakan makrifat yang pulang pergi, maka tiadalah maqam bagiku dalam ilmu dan tidak pula dalam makrifat.
Aku hanya melewati jalan lalu saja.
Bagaimana engkau dapat melalui ilmu-ilmu itu dan bagaimana pula engkau melewati makrifat-makrifat itu”
Hendaknya engkau jangan mendengar, agar tidak menjawab.. jangan pula menoleh agar tidak berpisah... Maka Allah itu berada di depan segala sesuatu.
(Dalam sebuah hadits Nabawi yang mulia)
“Hendaknya engkau hidup di dunia ini bagaikan pendatang asing yang lewat di jalan lalu”
(Arti dan makna Hadist di atas ialah, hendaknya seorang abid itu menghimpun kemauan kerasnya kepada Allah meskipun dikelilingi oleh daya tarik dan rangsangan-rangsangan duniawi yang menawan, walaupun rangsangan-rangsangan itu berupa ilmu-ilmu dan majkrifap-makrifat. Bagi seorang abid hendaknya – Walau memasuki – tetap dalam tujuan dan hanya lewat dan lalu menuju yang lebih tinggi... yaitu kepada Allah semata, yang nampak di depan untuk selama-lamanya yang juga menjadi sasaran ilmu dan makrifat).
Bila engkau memasuki ilmu-ilmu, maka masukilah sebagai musafir lalu.... anggaplah jalan lalu dari sebuah lorong, maka jangan sekali-kali berhenti supaya tidak didatangi oleh para pembinanya yang akan merangsangmu dengan rumah-rumah indah karyanya, maka akan terlihatlah padamu Nur Cahaya Ku telah menggunakan tenaganya memancar di atas rumah-rumah mereka. Engkaupun akan tinggal di dalamnya rumah-rumah mereka dengan nyaman dan gembira tidak lepas dari Nur Cahaya Ku yang yang telah memancarkan menjulang naik, maka engkau tidak berhenti berdiri kecuali atas Ku. Engkau tinggal bersma mereka, yang sebenarnya aalah engkau tinggal bersama Ku, tidak bersama mereka.
Bila engkau menghendaki Aku naik atasmu dengan Nur Cahaya Ku, niscaya Aku naik; Dan jika engkau kehendaki Aku mengutusmu kepada Nur Cahaya Ku, niscaya Ku utus.
30.
PENGLIHATAN “KUN”
Hendaklah engkau terbang menuju kepada Ku “Wahai hamba Ku! Jika engkau tidak sanggup maka “Menyebranglah” Wahai yang lemah.
Jika kedua cara di atas tidak mampu engkau lakukan, maka cara terakhir adalah menjeritlah kepada Ku”. Wahai yang karam! Hingga engkau tiba di maqam tempatmu berdiri pada Ku, agar dengan demikian Ku angkat engkau ke tempat penghentian sebelum “KUN” (jadilah).
Baik yang engkau lihat maupun yang engkau dengar di tempat penghentian, itu semua adalah ilmu Ku, tidak dapat engkau mengetahui dalam maqam mu yang rendah.
Yang sudah engkau ketahui adalah giliranmu yang pertama, yaitu kehidupanmu di dunia ini, hal ini jangan hendaknya engkau datang pada Ku dengan sesuatu dari apa-apa yang telah terungkap padamu. Dan sesungguhnya, Aku akan mengeluarkan engkau kepada kekuasaan kerajaan Ku dalam kehidupan di akhirat.
Adapun giliran mu yang ke dua, adalah dari apa yang tidak engkau ketahui dan tidak akan Ku beritahukan padamu dalam maqam yang sekarang ini, dan “kata pasti” yang berlaku untukmu.
Dalam sebuah Hadis Syarif, Rasulullah Saw. Bersabda :
“Tidak seorang pun dari padamu yang dapat masuk surga dengan amal perbuatannya, hanya dengan Karunia dan Rahmat Allah juga”
Maka, temuilah Aku, dan jangan membawa serta amal perbuatan, lemparkan semua itu! Jangan engkau mengucapkan “Aku telah mengamalkan” “Aku telah beramal” Hendaklah engkau masuk pada Ku tanpa daya tanpa upaya, tanpa tenaga tanpa kekuatan, kecualai dengan Ku, Dengan demikian engkau benar-benar menjadi seorang Arif.
31.
ANGAN BERBANTAH MENGENAI HUKUM-HUKUM KU
Bahwasanay Aku mempunyai hamba-hamba bila Ku ajak bicara mereka tidak mengajukan pertanyaan sesuatupun untuk pengertiannya; Dan bila Aku berkata kepada mereka pun tidak membaantah, bila Ku perintahkan sesuatu, tidak juga bersedih.
Mengapa mereka harus murung?
Barangsiapa yang bersedih hatinya dalam sesuatu persoalan, niscaya ia akan jatuh antara maju dan mundur, Dan siapa yang mengajukan pertanyaan untuk mencari pengertian dalam pembicaraan, niscaya akan jatuh antara kemantapan dan kebimbangan.
Hanya hamba Ku yang sebenar-benaranya yang langsung bertindak untuk segera melakukan dan melaksanakan perintah Ku.... tiada ia menyanyakan untuk pengertian dan tiada juga membantah atau bersedih. Keadaannya laksana Malaikat yang berhati teguh. (Orang yahudi suka berbantah seperti yang terkandung di QS. Al Baqarah 67 -71).
Jika engkau membantah perihal hukum-hukum Ku, maka engkau menganggap dirimu seakan-akan Tuhan dan engkau sependirian dengan lawan Ku, dan itu adalah suatu kekufuran semata-mata dan tidaklah hal yang sedemikian itu memperoleh pemberian apa-apa, selagi negkau tetap menjadikan dirimu sebagai tuhan lawan Tuhan mu, maka jangan menanti pemberian Nya, penuhilah hajat kebutuhan dirimu sendiri.
Pemberian itu hanya Ku peruntukan bagi hamba Ku yang melazimi pendirian sebagai layaknya seorang hamba dari ke Maha Agungan Tuhan .. Allah berfirman, yang tafsirnya :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah Ku (QS. Adz-Dzariah 51 -56).
32.
N A F S U
Aku telah ditegakkan berdiri di hadapan nafsu, maka kulihat kekuasaan serta kerajaan keseluruhannya, lengkap disertai dengan bangunan-bangunan, mahligai-mahligai dan ku lihat di samping nasfu “ilmu” seluruhnya, “Makrifat” semuanya, “Akal budi” dengan kecerdasannya, kesemuanya itu sebagai pelayan-pelayannya, nama-nama, huruf sebagai tentaranya dan pembantu-pembantunya.
Dan Tuhan bertutur kata kepadaku : Nafsu itu adalah musuhmu! Maka jangan mengajak berbicara! Ajakan bicaramu akan disertai ilmu, sesungguhnya tiadalah engkau dapat mengajaknya bicara melainkan dengan ilmu, sedangkan ilmu itu bala tentaranya dan akal budi itu pelayan-pelayannya, nafsu itu tidak putus-putusnya berbicara, Ia tidak dapat diam lalu mendengarkan dengan baik; Bila engkau ajak bicara ia pura-pura mendengarkan, sedangkan ia hanya mau mendengarkan kata dan suara hatinya, serta keinginan-keinginannya sendiri saja.
Dan Tuhan melanjutkan tutur kata Nya : Bila engkau mau menaklukkan nafsu itu dan menguasai raumah-rumahnya, bila engkau mau menundukan nafsu, maka jangan sekali-kali mengajaknya berbicara, dan sembunyikan laparnya, sebagaimana ia menyembunyikan kenyangnya. Sembunyikan di balik belakang di mana ia memanggilnya serta merta meninggalkan tentaranya dan meninggalkan mahligai-mahligainya, dan balik kembali membawa persoalan yang sama, yaitu mengajakmu bicara tentang persoalan lapar, bukan persoalan yang lain, maka jangan disahuti bicaranya dan jangan pula menyambutnya, karena sesungguhnya bila engkau melayaninya bicara atau menjawab bagaikan engkau memberi peluang padanya untuk menarikmu dan merangsangmu, lalu ia akan berani-berani mengeluarkanmu dari pada apa yang selama ini engkau rahasiakan dan sembunyikan.
Dan bila ia telah berhasil mengeluarkan mu daripada apa yang engkau rahasiakan dan sembunyikan, niscaya ia akan memperoleh kemenangan. Dan andaikan engkau mengajaknya bicara dengan ilmu, niscaya ia akan mengalahkanmu, karena ilmu dan makrifat itu adalah bala tentaranya.
Itulah perumpamaan tentang nafsu, ibarat engkau mengejar-ngejar musuhmu yang berada di hadapan antara kedua tanganmu, sehingga apabila engkau dapat menduduki dan menguasai rumah-rumahnya niscaya ia akan keluar menyelonong dari belakang punggung mu. Maka hendaklah engkau merahasiakan dan menyembunyikan laparnya nafsu dan hendaklah engkau tetap berteguh merahasiakan dan menyembunyikan, sebaliknya jangan engkau merahasiakan dan menyembunyikan kedudukan dan kemauan nafsu itu, karena dengan demikian engkau akan keluar dari merahasiakan (laparnya) kepada merahasiakan, dan menyembunyikan kepada menyembunyikan.
Maka setelah kesemuanya itu engkau sembunyikan dan engkau merahasiakan, maka keluarlah dari nafsu itu satu persatu, dari segala ilmu, dari segala makrifat, dari segala kekuasaan kerajaan dan tinggalah ia (nafsu) itu berdiri di depan pintu “penyembunyian dan merahasiakan”. Dengan tak bosan-bosannya iapun menyajikan acara yang diulang-ulang, yakni mengajakmu bicara tentang lapar dan berusaha mengeluarkan aku daripadanya, tetapi aku tinggal tetap teguh dan waspada merahasiakan dan meneyembunyikan.
Maka tiadalah ia menuntutku kecuali kepadanya, maka akupun tinggal tetap bertahan, karena sesungguhnya itu adalah benteng pertahananku yang kokoh yang tiada ia dapat mengajakku bicara tentangnya. Dan tiadalah ia akan sampai kepadaku elainkan dari pintunya.
33.
PENGHENTIAN MEMANDANG WAJAH-NYA
Ak”Penghentian Memandang Wajah-Nya” kemudian Ia bertutur kata kepadaku : “Turunlah sejenak ke bawah dan lihatlah segala sesuatu! Lepaskan pandanganmu ke padanya, kemudian berbalik lagi kepada Ku!; Akupun turun diiringi Nur Vaha Nya; maka kulihat “segala sesuatu” aku tidak lagi melihat keindahan dan tidak juga keburukan; tiada lagi ada jarak, mana yang jauh dan mana yang dekat, tidak lagi ku lihat pertentangan, tidak pula yang berpadu, tetapi “ku lihat hikmah kebijaksanaan”, ku lihat pekerjaan yang sebenarnya, ku lihat peraturan dan takdir, kesemuanya merupa dalam bentuk yang sebenarnya. (Sebab pandangan kita selama ini hanya melihat dari segi sebagian sudut ilmu yng sangat terbatas; Bila kita meiluhat bersuluh obor Nur Allah, niscaya iab itu merupa sifat keharusan yang layak untuk dipakaikan kepada makhluk, dan segala kekuranagn itu sebagai suatu “Hikmat kebijaksanaan” dan kita akan mengiyakan sesuatu hukum, bahwa tiada kemungkinan lebih indah dari adanya yang sudah ada).
Dan kulihat Allah di depan dan di belakang apa yang ku lihat, dan aku melihat Nya di dalam segala yang ku lihat.
Tutur katanya pula : Engkau telah melihat Al Haqm telah memandang Al Haq; Kemudian aku di bawa naik kepada Nya dan bersamaku Nur Cahaya Nya, lelu akau berhenti di maqamku dimana aku dapat melihat Nya sendiri yang berbuat dan tiada yang berbuat selain Nya (Al Haq Allah).
Tutur katanya pula : Pandang baik-baik siapa yang mendatangimu! Maka “akal budi” yang datang kepada ku sambil menanyakan nama-nama dari apa yang sudah ku lihat dan ditanyakan pula akan arti dan makna nama-nama tadi.
Langusng Tuhan menegurku : Jangan di jawab, jika engkau jawab, maka engkau akan turun kepadanya”. Segera ia pun menyingkir; “Tunjukan jalan kepdanya agar dia masuk ke lorong dan melihat dengan Nur apa yang telah engkau lihat; Barulah ia nanti akan beriman dan tidak meragukan lagi; Bagaimana ia akan ragu, sedangkan ia melihat Ku? Yang meragu itu hanyalah mereka-meraka yang terhijab; Aku dian tiada menjawab: Ia pun menyerah kepada ku dan menunduk kan mukanya.
Tidak lama ia kembali lagi dan menyingkir lagi, balik lagi datang, padahal ia dalam perjalanan menyingkir, dia diliputi ingkar dan penolakan dari apa yang sudah diketahui dan atas apa yang sudah diserahkan; Ia menyeru sekuat-kuatnya “Hai bantahan!!! ... Hai Sanggahan!!!.... Hai di mana!!.... Hai mengapa!!>.... maka ia (akal budi) telah dijumpai segala sesuatu, kecuali “Hikmat Kebijaksanaan”.
34.
SIFAT RAGU (WAS - WAS)
Tuhan berseru kepada ku :
“Bila engkau di datangi keraguan, maka ia akan mendatangimu dengan berbekal “Bagaimana” dan itulah juru bicaranya dan itu adalah tanda tanyanya, agar engkau berbalik pada ilmu pengetahuan. Bila engkau masuk ke dalam ilmu, maka jatuhlah engkau di antara dan dan perginya “Akal budi”. Bila engkau masuk kepda makrifat, maka ia tidak mendatangimu dengan “Bagimana” karena baginya sudah tiada “Bagaimana” lagi. Katakanlah kepada was-was itu : “Dengan DIA, aku telah mengenal sifat Nya, dan bukan sifat Nya aku mengenal DIA; Dengan DIA aku dapat mengenal Ilmu pengetahuan, dan bukan dengan ilmu pengetahuan aku mengenal DIA; Dengan DIA aku mengenal makrifat, dan bukan dengan makrifat akau mengenal DIA.
“Bagimana” itu berdiri di antara kedua tangan Nya, dan dikirim oleh Nya kepada siapa yang dikehendaki Nya; “Bagaimana” itu batu ujian tentang Dia, dan menjadi rangsangan untuk menambah pengetahuan makrifat kepada Nya.
Dan “Bagaimana” itu ku lihat dikirim juga kepada para alim ulama dan kepada arif bijaksana, dan diberitahukan kepada mereka bahwa “Bagimana” itu suatu bentuk keragu-raguan dan was-was. Dan tiadalah dengan penglihatan mereka kepada Nya, mereka akan terlindungi dari rangsangan “Bagimana”.
Dai berbuat yang demikian agar mereka itu menyaksikan Maha Kaya Nya dari makrifat mereka kepada Nya dengan sejelas-jelasnya dan seterang-terangnya, supaya mereka menyaksikan pula Maha Perkasa Nya dan Kodrat Nya dengan jelas, serta mengetahui bahwa apa yang dianugrahkan kepada mereka daripada Nya dengan seterang-terangnya.
Dan Dia berkata kepada ku : Bila was-was itu telah mendatangimu, maka katakanlah kepadanya “inilah perbuatan itu yang sudah terang dan jelas tanpa keraguan; perbuatan itu adalah sesuatu yang dibuat, yang berbuat sudah jelas dan terang tidak perlu diragukan dan diawas-awasi karena sesungguhnya Dia-lah yang berbuat; Dan inilah sifat yang berbuat, maka tentang itu aku mengajukan pertanyaan dan aku telah ragu dan was-was; Dia telah memberitahukan kepadaku tentang sifat Nya senantiasa berdiri bersama Nya”.
35.
BUKTI NYATA
Tuhan ku berseru kepadaku :
( 1 )
Ilmu Ku itu menceraikanmu daripada Ku, dan karunia Ku memalingkanmu daripada Ku; Hendaklah engkau menjadi dengan Ku (bukan dengan ilmu Ku dan bukan dengan karunia Ku); Ku nyatakan ini padamu tanpa sebab yang menghukum, yang mana hukum itu telah nyata dalam segala sebab, Engkaupun akan memikul segala sesuatu yang mana segala sesuatu itu tiada sanggup memikulmu, dan engkau akan meliputi segala yang nyata tidak dapat meliputi engkau.
( 2 )
“Bukti nyata” Bukanlah suatu perkataan, dan ia dalam perkataan; bukan pula ilmu dan ia dalam ilmu, bukan pula makrifat, tetapi ia di dalam makrifat.
( 3 )
“Bukti nyata” itu, ialah yang dapat dengannya engkau mengenal dalam engkau melihat dengan penglihatanmu pada Ku, dan makrifat itu ialah apa yang dengannya engkau dapat mengenal dalam kegaiban Ku; Makrifat itu juru bicara Ku untuk bukti Ku yang nyata, sedang “Bukti nyata” itu jru bicara ‘Berdiri Ku sendiri (Qoyyumiati); Dan “Diam” itu, ialah hukum dari “Bukti nyata” dan “Ucapan” itu dari hukum-hukum makrifat.
( 4 )
Bukan sembarang yang melihat Ku dapat melihat Wajah Ku, tetapi yang telah melihat Wajah Ku itulah yang sungguh-sungguh telah melihat Ku; Jika engkau melihat Ku dalam suasana kenikmatan, berarti engkau sudah melihat Wajah Ku, dan siapa melihat Ku tidak dalam kenikmatan berarti tidak melihat Wajah Ku, tidak ghalib atasnya melihat Ku, dan siapa yang melihat Wajah Ku ghalib atasnya melihat Ku.
Sekali-kali engkau tidaklah dapat melihat Ku, sehingga engkau melihat Aku berbuat, dan tidaklah engkau dapat melihat perbuatan Ku hingga engkau menyerah pada Ku
( 5 )
Bila engkau melihat Ku dalam kejadian malapetaka, maka Aku telah dilihat oleh umum, dan bila engkau melihat Ku dalam suasana kenikmatan niscaya engkau akan menjadi baik untuk selama-lamanya, dan tiada engkau akan gaib dengan apa-apa yang nyata.
Bila engkau telah melihat Ku, tiadalah engkau dapat diselamatkan melainkan oleh penglihatanmu kepada Ku itu; Dan bila engkau tidak dapat melihat Ku, tiadalah engkau dapat diselamatkan kecuali oelh keikhlasanmu kepada Ku; Bila engkau telah melihat Ku; niscaya engkau akan dapat melihat apa yang berasal dari tanah serupa dengan tanah itu pula.
Apabila engkau mengajak berbicara, maka bicaralah menurut asal mula kejadiannya (Yakni, hendaklah engkau berbicara kepada tanah, niscaya engkau akan selamat dari rangsangannya).
( 6 )
Sesungguhnya engkau telah melihat Kusebelum sesuatu, maka hendaknya engkau melihat Ku dalam kedatangan sesuatu, maka hendaknya engkau menjadi pengganti Ku atas sesuatu itu; Jika tidak, maka sesuatu itu akan menjadikanmu sebagai pengganti atas sesuatu itu.
( 7 )
Aku telah bersumppah atas Diri Ku, tiada bertetangga dengan Ku kecuali siapa-siapa yang telah mendapatkan dengan Ku, atau dengan apa yang daripada Ku.
Inilah sifat “Ahli naungan yang terhampar” maka hendaklah engkau melihat dirimu! Termasuk golongan yang tersingkir daripada Nya; atau golongan yang disampaikan kepada Nya.
Hendaklah engkau menjadi “Ahli Nya” dalam kehidupanmu, niscaya engkau mengalami kesejukanmu, niscaya engkau mengalami kesejukannya dan kedamaian Nya di saat kematianmu.
Bila engkau tidak menjadi “Ahli Nya” dalam kehidupanmu kini, maka tidaklah engkau menjadi baik dalam kematianmu kelask.
( 8 )
Siapa yang tidak mau menyerahkan kepada Ku apa yang telah diketahui, niscaya akan Ku buka apa yang telah diketahui, niscaya akan Ku buka baginya pintu-pintu pendapat tentang hal yang berkaitan dengan pengetahuan, lalu ia condong memasukinya, dan akan Ku dorong masuk ke dalamnya, maka terhijablah ia.
( 9 )
Jika keterbatasan-keterbatasan itu memberikan kepadamu, maka kumpulkanlah, dan jika Aku yang memberikan kepadamu, maka jangan dikumpulkan.
( 10 )
Jangan engkau berpisah dari pendapat yang bermaksud hanya tertuju kepada Ku semata-mata, hendaklah lisan keadaanmu selalu dan selamanya atas... Ilahi Hanya Engkaulah maksud tujuanku; Dengan demikian engkau akan memenangkan dengan sesuatu kekuatan yang tak terkalahkan, bahkan dirimu sendiri akan menaatimu.
( 11 )
Jika engkau telah mengetahui dan meyakini sepenuh keyakinan, maka hindarkan dirimu dari menghukum dan serahkanlah hukum itu kepada Ilmu Ku karena sesungguhnya tiada hukum melainkan Kepunyaan Ku.
36.
MERANTAU
Bila engkau ditimpa kemurungan karena panggilan-panggilan dirimu, hendaklah engkau bertenang dengan istrimu, jika masih juga belum hilang, datangilah orang seilmu denganmu, kalaupun belum juga hilang pergilah ke ahli makrifat, orang-orang saleh, jika masih juga belum hilang kemurunganmu, merantaulah di muka bumi,
Jika dengan perantauanmu masih juga hilang kemurunganmu, maka lazimilah berdiri di depan Pintu Ku, jika belum juga hilang, maka bersabarlah... Jika belum juga hilang, maka bersabarlah,, jika belum juga hilang, maka bersabarlah, niscaya akan terbuka Nur-Nya bagimu dan tiadalah engkau akan keluar darpada Nya atas sesuatu yang memurungkan.... sekali lagi bersabarlah dan nantikan... (dengan kesabaran).
37.
SIFAT BERDIRI SENDIRI
Aku dihentikan oleh-Nya di tempat “Sifat Berdiri Sendiri”
(Al Quyyumiah) lalu iapun berseru kepadaku :
“Aku telah mendahului bagian-bagian, maka dengan Ku telah terbagi-bagi bukan dengan pembatasan, dan Aku telah mendahului pembatasan maka dengan Ku telah terbatas bukan dengan ruang; Aku telah mendahului ruang maka dengan Ku telah teguh bukan dengan jarak; Aku telah mendahului jarak, maka dengan Ku telah berjarak bukan dengan udara; Aku mendahului udara, maka dengan Ku berudara bukan dengan hawa; Aku telah mendahului hawa, maka dengan Ku ada hawa, dan juga debu, maka dengan Ku ada debu..
(Allah berfirman yang tafsirnya, sebagai berikut : )
Ia lah yang Awal dan Yang Akhir, Yang Dahir dan Yang Bathin, dan Ia Maha Mengetahui tiap sesuatu.
Yang awal tiada permulaan, Yang Akhir tiada kesudahan, Yang Dahir nyata segala kekuasaan Nya, Yang Bathin tak terlihat oleh mata, karena yang bisa dilihat oleh mata tiada lain, melainkan makhluk seperti kita).
38.
HAK ITU UNTUK SIAPA?
Ilmu itu menetapkan bagimu suatu hak, dan bagi Allah suatu Hak pula.
Sedangkan makrifat itu pada umumnya menetapkan semua hak bagi Allah.
Dan tiada ia (makrifat) menjadikan bagimu suatu hak apapun. Dalam kekhususannya, makrifat itu tidak menjadikan bagi dan atasmu suatu hak, karena ia memperkenalkan padamu “mula pertama” dan “Pengulangan kembali dalam hukum Ketunggalan Ilahiat”. Dan menghapus daripadamu apa-apa yang nantinya akan kembali kepada arti dan makna dirimu, maka tiadalah menjadikan atasmu suatu hak, karena engkau bukan lagi dengan engkau, juga bukan untukmu karena engkau bukan daripadamu.
Dan ini adalah suatu “maqam pengguguran” segala peraturan dan urusan (Lemparkan semua ikhtiar dan segala tuntutan). Ini adalah derajat dalam lingkungan makrifat yang menuju dalan masuk Al-Waqwah (berdiri tegak). Dan mula pertamanya memasuki Al Waqwah ialah meniadakan siwa (selain Allah) sebagai pendamping.
“Hanya sesungguhnya Al Waqwah itu dengan Al Haq (Allah) dimana “Tiada Tuhan Selain Allah” dan “Tiada selain Nya”
Inilah maqam yang berkesudahan padanya nasib yang menguntungkan jiwa.
“Maqam “ Dan tiadalah aku melakukan itu dari kemauanku sendiri”
(Qs. Al-Kahf 18 : 82)
Kalimat yang diucapkan Sayidina Al Khidr dalam Al Qur’an dikala ia “Melobangi perahu” “Membunh seorang pemuda” dan “ Membangun tembok” tanpa alasan-alasan yang terang.
Dan inilah maqam-maqam :
“Tiadalah antara Ku dan antaramu antara”.
“Tiadalah antara Ku dan antaramu ‘Engkau”.
“Tiadalah antara Ku dan antaramu .. perbuatan apapun”.
“Dan tiadalah engkau yang melempar ketika engkau melempar, malainkan Allah-lah yang melempar “ (Qs. Al-Anfal 8:17).
“Dan bukanlah engkau yang membunuh mereka, tetapi Allah-lah yang membunuh mereka”. (Qs. Al-Anfal 8 : 17)
39.
DAN KAMI LEBIH DEKAT PADANYA DARI URAT LEHERNYA
Setelah aku ditegakkan berdiri dalam “Penglihatan”, Ia pun berkata kepadaku : “ Pada ... Penglihatan... sudah tiadalagi ucapan, tiada juga perkataan, ibarat dan isyarat juga tiada, ilmu dan makrifat, pendengaran dan kepekaan, ungkapan dan hijab, kesemuanya sudah tiada”
Iapun melanjutkan : “ Pintu “Penglihatan” itu, ialah jalan keluar dari “Siwa” dan “Siwa” itu seluruhnya berhimpun dalam huruf.
Makrifat itu merupakan pintu gerbang yang tiada dapat dimasuki, kecuali para arifin; dan bagi setiap arif satu tanda, yang dengannya (tanda itu) akan merasa tenang dan tenteram; dan barang siapa yang dengannya merasa tenang, maka ia pun akan berhenti di dalamnya”.
Kata Nya : “kesemuanya itu mengarahkan tujuannya ke gerbang itu, dan untuk mencapainya diperlukan “kendaraan” dan setiap kendaraan ada tali pengikatnya”.
Katanya pula : “kendaraan makrifat itu ialah ilmu dan tali pengikatnya ialah huruf”.
Lanjut Nya : “Hendaklah engkau turun dari kendaraan, keluar dari huruf dan keluar pulalah dari makrifat.... dengan demikian Ku hapus tanda hijab dan akan Ku teguhkan engkau dengan “Tanda Ku”, maka tiada lagi engkau dikusai oleh huruf yang menghijab.
Kata Nya Pula : “Menyingkirlah dari nama-nama huruf dan engkau akan menyingkir pula dari arti maknanya. Jika kesemuanya itu telah engkau singkirkan berulah “Aku akan lebih dekat dari urat leher”.
Belum! Belum tiba di tujuan! Menyingkirlah dari leher itu, dan urat leher itu, menyingkirlah dari “dekat” ke yang lebih dekat... niscaya engkau melihat “Lafaz Aku (Lafdhiat Ana).
Bila engkau telah pergi dari “Lafaz” itu, maka Aku lah Yang Dahir dan Aku lah Yang Bathin dan Aku lah terhadap segala sesuatu Maha Mengetahui...
Ia pun menegaskan sekali lagi : “Huruf dan segala sangkut pautnya adalah hijab yang berpintu, di dalamnya tempat pulang balik dan tempat membagi-bagi, keduanya merupakan dua pintu di belakang huruf; Menetapkan dan menghapuskan, adalah dua pintu hijab di balik yang pulang pergi dan membagi-bagi. Yang pulang pergi dan membagi-bagi adalah pintu masuk menuju penghentian (Al-Waqwah) dan “Penetapan serta penghapusan” adalah pintu masuk menuju “Penglihatan” (Ar Ru’yah).
Tabir hijab telah terungkap sudah.....
Bagi para setia kawan arifin Nya....
Segera mereka dapat memandang Nya.....
Tanpa ibarat tanpa huruf.... tanpa abjad.
40.
BEBAS DARI BENTUK GAMBAR/LUKISAN
Hai hamba! “Tiadalah Aku menjadikan bagimu bentuk gambar-gambar dan lukisan-lukisan itu supaya engkau tunduk merendah kepadsanya.
Dan tiada pula Aku mengadakan bentuk gambar-gambar dan lukisan-lukisan itu supaya engkau berlindung padanya....!
Hai hamba! “Akulah pencemburu yang mengazab dengan siksa.... Telah Ku ciptakan bentuk gambar lukisan itu untukmu, dan engkau Ku ciptakan untuk Ku, maka mengapa engkau meninggalkan apa yang sebenarnya engkau untuk Nya. Dan untuk apa pula engkau membuang-buang waktu terhadap apa yang Ku tundukan untukmu.... Aku cemburu atas hidupmu yang engkau gunakan untuk yang tidak layak dan derajatnya lebih rendah dari martabatmu yang mulia itu”
Tafsir Ayat : Sungguh telah Kami muliakan anak-anak Adam” (QS. Bani Asrail 17:70).
Hai hamba : “ Aku mempunyai di balik bentuk gambar lukisan, ilmu-ilmu gambar lukisan dan apa yang berkaitan dengan gambar lukisan, bagaimanapun bentuk gambar lukisan itu... suatu nama yang tak dapat dilawan oleh bentuk gambar-gambar dan ukisan-lukisan, dan suatu ilmu yang takkan tetap di depannya ilmu gambar-gambar dan lukisan-lukisan.
Hai hamba : “ Ia adalah suatu nama yang telah Ku sebut dengan dirinya untuk diri Ku, tidak utuk siapa yang mendengar, Ku simpan suatu ilmu untuk Ku, bukan Ku sebar di alam semesta, hanya Aku patrikan dengannya kepada barang siapa yang Ku kehendaki
Arti ayat : Alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu”..... Alangkah nikmatnya tujuan akhir (surga) yang abadi .... Alangkah baiknya balasan akhirat ... Alangkah baiknya tempat kesudahan itu” (QS. Ar-Rad 13:24).
Dan Ku singkirkan siapa yang Ku kehendaki :
Dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman”
Hai hamba! Kehadiranmu berlainan dengan kehadiran yang lain, maka jangan dibelanjakan sembarang belanja dari apa yang dapat dilihat ... wajhmu tidak seperti yang lain, maka jangan kau bawa berhina dengan membawa ke lembah dina.
41.
PANJATAN PUJA PUJI PARA ARIFIN
Puja puji atas kenikmatan, itu adalah umum.
Puja puji mensyukuri atas nikmatnya, itu adalah khusus.
Puja-puji melihat kelemahan diri untuk dapat mensyukuri atas nikmat Nya, adalah lebih dari khusus.
Puja Puji atas suka dan duka, lapang dan sempit, adalah lebih dari khusus.
Puja Puji atas perkenalan Allah kepada hamba Nya, itu lebih dari khusus.
Puja puji untuk Wajah Al Hak Allah Ta’ala, tanpa sebab dan dari sebab, hanya dengan Nya dan daripada Nya, itu adalah puncak ilmu-ilmu para pemuja dan pemuji dan sudah berkesudahan khususnya-khusus.
Puja puji itu akan menjadi sah bila datangnya dari orang yang alim dengan Nya, tetapi sah manakala tibanya dari seorang yang karam dalam kerinduan pada Nya, maka apabila kerinduannya telah terjalin, niscaya akan melihat Nya, mka apabila telah melihat Nya, niscaya penglihatannya itu akan menggerakan lisannya untuk bicara, manakala sudah terucapkan, hapuslah bekas maksud dan tujuan karena ucapannya itu, dan terhapus pulalah ciri-ciri kecondongan dan akan menjadi keikhlasan sebenar-benarnya; Puja puji itu hanya untuk Wajah Al Haq Allah Ta’ala; Dan semacam puja puji ini membuka bagi orangnya tentang lisan berdiri Nya sendiri (Al Qoyyumiah), maka segala makrifat-makrifat itu akan mengucapkan pada Nya dengan ketunggalan, barulah hilang kemurungan dari bilangan-bilangan dan akan terhimpun baginya semua bilangan dan tidak lagi terbagi-bagi saru antara lain.
42.
BILA BERTEMUNYA DUA PERTENTANGAN DALAM SATU PENDAPAT
Yang emikian itu tiada akan terjadi melainkan di kala engkau melihat kesan pulang perginya sesuatu yang engkau cintai itu, maka pada hari ini baginya suatu nama; sifat dan tabiat, dan esok harinya ada baginya nama, sifat dan tabiat, maka hasil kejadiannya akan pergi daripadamu hukumnya, dan akan menjadi sama dalam kecintaanmu wujudnya dan lenyapnya sesuatu yang engkau cinntai itu.... dan inilah akhir kesudahan sesuatu itu dalam cinta kasih.
Seorang Abid, tidaklah layak baginya sessuatu pun untuk dicintai. Dan inilah taraf dari persamaan pertentangan-pertentangan itu di dalam cinta kasih, yang demikian itu agar engkau menyaksikan arti makna yang dengannya air menjadi panas, dan dengannya pula menjadi dinginmembeku.
Bila penglihatanmu telah sampai di sini, akan menjadi samalah hilangnya sessuatu atau adanya sesuatu itu. Dan tidak mungkin mencapai derajat dengan ilmu pengetahuan... akan tetapi hanyalah dengan perjuangan.