1.
TENTANG  TAUHID

Allah berseru kepada hamba-Nya. (Pahami QS.Al-Insylqaq 84.6).
“Wahai hamba, engkau tiada memiliki sesuatu pun, kecuali apa yang Aku kehendaki untuk menjadi milikmu. Tiada juga engkau memiliki dirimu, karena Akulah Maha Pencipta-Nya; Tiada pula engkau memiliki jasadmu, maka Akulah yang membentuk-Nya; Hanya dengan pertolongan-Ku engkau dapat berdiri; dan dengan “Kalimat-Ku” engkau datang ke dunia ini.

“Wahai hamba! Katakanlah Tiada Tuhan melainkan Allah, kemudian tegakkan berdiri di jalan yang benar, maka Tiada Tuhan melainkan AKU. Dan tiada pula wujud yang sebenarnya wujud kecuali untuk-Ku, dan segala yang selain daripada-Ku, adalah dari bantuan tangan-Ku dan dari tiupan Roh-Ku.

“Wahai hamba! Segala sesuatu adalah kepunyaan-Ku, bagi-Ku dan untuk-Ku, jangan sekali-kali engkau merebut apa yang menjadi kepunyaan-Ku. Kembalikan segala sesuatu kepada-Ku, niscaya akan Ku buahkan pengembalianmu dengan tangan-Ku dan Ku tambah padanya dengan kemurahan-Ku. Serahakan segala sesuatu kepada-Ku, niscaya Ku selamatkan engkau dari segala sesuatu.

Ketahuilah, bahwa hamba-Ku yang terpercaya, adalah yang mengembalikan segala yang selain-ku kepada Ku. Tengoklah dengan pandangan tajam kepada-Ku, bagaimana cara-Ku melakukan pembagian, niscaya engkau akan melihat pemberian dan penolakan merupakan dua bentuk yang dinamakan, agar dengan demikian engkau mengenal-Ku”.

“Hai hamba!   Sesungguhnya engkau telah melihat Daku sebelum dunia terhampar dan engkau mengenal siapa yang  telah engkau lihat. Dan kepada-Ku-lah engkau akan kembali.Aku ciptakan sesgala sesuatu untuk mu dan Aku labuhkan tirai (Hijab) atasmu. Lalu engkau pun tertutup dengan tirai dirimu sendiri, kemudian Aku menghijab engkau dengan diri-diri yang lain, yang mana diri-diri yang lain itu menyeru kepadamu dan pada dirinya dan menjadi penghijab dari pada Ku.

Setelah kesemuanya itu, maka Aku-pun kembali menyata di balik kesemuanya itu, dan dari belakang kesemuanya itu Ku perkenalkan diri-Ku; Ku katakan kepadamu bahwasanya Aku-lah Maha Pencipta; Aku yang menciptakan kesemuanya itu dan bahwasanya Aku menjadikan engkau Khalifah (Pengurus yang berkuasa di Bumi) atas kesemuanya itu dan ketahuilah bahwa kesemuanya itu adalah amanah (titipan) pada sisi-mu. Dan diharuskan  pada pengemban amanah itu untuk mengembalikannya.

Maka telitilah dirimu setelah engkau mempercayai-Ku, sudahkah engkau mengembalikan segala sesuatu itu kepada-Ku ?? Dan sudahkah engkau memenuhi perjanjian yang telah engkau buat dengan Ku..????

“Dan ... barangsiapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar” (QS. Al-FtKh 48:1).
“Dan sesungguhnya... kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa akan perintah itu, dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat” (QS.Thaha 20:115)

“Hai hamba!!! Ku ciptakan segala sesuatu itu untukmu, maka bagaimana Aku akan rela kalau engkau peruntukan dirimu bagi sesuatu itu. Sesungguhnya Aku melarang engkau untuk menggantungkan dirimu pada sesuatu (Selain-Ku) karena Aku pencemburu padamu”.

“Hai Hamba!!!!  Aku tidak rela engkau peruntukan dirimu bagi sesuatu, walau harapanmu akan surga sekalipun, karena sesungguhnya... Aku ciptakan engkau hanya untuk-Ku; supaya engkau berada di sisi-Ku; Di sisi yang tiada sisi, dan di mana yang tiada mana.

Ku Ciptakan engkau atas pola gambar-Ku seorang diri, tunggal, mendengar, melihat dan berkemauan serta berbicara. Dan aku jadikan engkau mempunyai kemampuan untuk TAJALLINYA (menyatakan) nama-nama-Ku, dan... tempat untuk pemeliharaan-Ku”.

“Engkau adalah sasaran pandangan-Ku... tiada dinding penghalang yang memisahkan antara-Ku dan antaramu.

Engkau teman duduk se majelis dengan-Ku, maka tiada pembatas antara-Ku dan antaramu.

“Hai hamba!! Tiada antara-Ku dan antaramu... antara Aku lebih dekat kepadamu, maka pandanglah kepada-Ku, karena aku senang memandang kepadamu”.

2.
UJIAN

<*> Hikmah yang terkandung di balik penciptaan dunia dan ujian bagi manusia<*>
Al-Imam An-Nafri mengatakan : Bahwa tubuh (Jasad) itu adalah suatu hakikat yang akan sirna dan bahwa tubuh itu merupakan batu ujian yang diciptakan oleh Allah untuk menguji Ruh.

Sifat-sifat manusiawi dengan apa yang ada padanya dari syahwat-syahwat dan keinginan-keinginan serta kemauan-kemauan yang di ikuti dengan pelanggaran-pelanggaran, adalah juga sebagai cobaan dan ujian dari tujuan Roh.

Tiada wujud yang sebenarnya, kalau di tilik dari sifat manusia yang dikaitkan dengan kemanusiaan, tetapi yang ada hanyalah daya yang merangsang untuk menguji Ruh agar dapat diketahui dan dikenal sampai di martabat yang dapat dicapai.

Apakah Ruh itu bisa mencapai nisbatnya kepada Allah, lalu Roh mengarahkan segenap kemampuannya untuk merindukan dan mencintai Allah, ataukah Roh itu tertarik oleh jasad dengan memanjakan syahwat-syahwatnya.

Di Sinilah letak Ujian itu.
Allah berseru dengan tutur kata-Nya : (Pahami QS.Al-Insylqaq 84.6).

“Sesungguhnya Aku dahirkan (nyata) syahwat itu sebagai dinding kukuh yang menghijab atasmu untuk tawajjuhmu (menuju ke tujuanmu yang sebenarnya) dan.... andaikan engkau melihat dirimu sendiri sebagai engkau melihat kepada langit-langit dan bumi, tentu saja akan nampak olehmu bahwa yang menyaksikan itu adalah engkau, pribadimu, tanpa adaya syahwat dan keinginan”.

“Karena pengujian-Ku kepadamu maka aku coba engkau dengan syahwat-syahwat yang bersifat tidak menetap pada dirimu di bawah kekuasaan hukummu dan tidak pula bisa menetap pada dirimu atas dasar penndirianmu, maka... sifat kemanusiaanmu itu yang condong dan berkeinginan, dan ia pulalah yang mengejar kepuasan, tetapi sebenarnya engkau tidak condong ke situ dan tidak pula berkeinginan maupun mengejar kepuasan dan kelezatan”.

“Engkau yang sebenarnya adalah di balik dinding yang merupakan syahwat dan di belakang tabir penutup sifat kemanusiaan. Engkau yang sejati adalah suatu roh yang suci bersih, tanpa noda syahwat, dan berada jauh di atas ketinggian sifat kemanusiaan tanpa condong pada apa pun dan tidak pula berkeinginan”.

Dari arah lain DIA menyeru : “Hai hamba !!  Engkau dalam keadaan lapar lalu engkau lahap makanan, maka hal yang demikian engkau bukan daripada-Ku; dan AKU pun bukan dari padamu (yang dimaksud .. ialah seorang hamba yang berdaya untuk mengalahkan tabiatnya sendiri, adalah menjadi dalil yang nyata bahwa hamba tersebut telah mengenal dirinya dan telah pula mencapai kemuliaan nasabnya dengan adanya suatu pertalian roh yang erat dan berkait kepada ALLAH.... bukan jasad yang bernasab pada tanah).

Di alam Al-Qur’an disebutkan peristiwa Thalud yang berkata kepada bala tentaranya :
“Sesungguhnya Allah akan mengujimu dengan sebuah sungai, maka barangsiapa yang minum daripadanya (sepuas penghilang dahaganya) maka ia bukan dari golonganku, dan barang siapa yang tidak merasakan kesegaran, maka ia dari golonganku, kecuali orang yang hanya menyauk sekali sauk dengan tangannya (sekedar pembasah tenggorokan)”. (QS. Al-Baqarah 2:249).

Ayat tersebut di atas mengandung juga hikmah puasa, maka... yang demikian itu merupakan kenyataan roh tentang dirinya dan kesanggupannya untuk menahan diri dari perbuatan (menginginkan kepuasan) jasad dari apa yang menjadi ujian untuknya. Begitu halnya bila seorang sedang berpuasa menolak makanan berarti telah memahami sifatnya (yang asli), bahwa roh itu tidak memerlukan makanan dan minuman.

Allah berseru kepada hamba-Nya : “Aku ciptakan engkau adalah melulu untuk-Ku, tinggal di samping-Ku, untuk menjadi sasaran pandangan-Ku dan dalam lingkungan pemeliharaan-Ku.

Dan Aku telah membangun di sekitarmu bendungan yang mengelilingi dari segala jurusan demi cemburu-Ku atasmu.

Kemudian Aku berkehendak untuk menguji engkau, lalu aku Buka pada bendungan tadi pintu-pintu sebanyak apa yang telah Ku ciptakan, dan sebanyak bilangan apa yang telah Ku nyatakan dari pengaruh-pengaruh yang merangsang.

Dan di luar setiap pintu, Ku tumbuhkan sebatang pohon yang rindang yang dikelilingi genangan mata air yang jernih sejuk, dan Aku hauskan engkau!!!

Lalu aku pun bersumpah demi karunia-karunia-Ku, selama engkau menjarak keluar daripada-Ku untuk minum, melainkan akan Ku sia-siakan engkau, jangan diharapkan engkau akan dapat kembali berdampingan dengan-Ku, dan tidak pula engkau akan berhasil mendapatkan minuman  yang engkau harap-harapkan, maka.... sesungguhnya jika terjadi hal demikian, berarti engkau telah sesat jalan daripada-Ku dan engkau telah melupakan bahwa Aku adalah sebenarnya minuman Yang Maha Tunggal dan rumah tempatmu berlindung yang tunggal bagimu, dan sesungguhnya Akulah Allah Pencipta segala sesuatu. Dari pada-Kulah segala pertolongan dan bantuan, dan dengan Aku pulalah kehidupan sejati yang sesungguhnya.

3.
Arti  Makna Nama-Nya “YANG  MAHA  PERKASA”

Allah berseru kepada hamba-Nya. (Pahami QS.Al-Insylqaq 84.6).

“Tidaklah Aku dapat dipandang oleh mata, tidak pula dapat dilihat oleh pandangan; Tidak pula Ilmu pengetahuan dapat menghampiri kepada-Ku;

Aku tidak dapat dikenal oleh sejauh pengenalan.
Aku Yang Maha Perkasa yang tidak dapat dicapai bagaimanapun, dan... tak dapat dijumpai walau dengan sebutan nama-Ku.
Setiap ucapan kata telah nampak bernyata, maka Akulah yang menciptakannya dan merangkai huruf-hurufnya. Tidak akan melampaui kesemuanya itu adalah bahasa-bahasa yang dikenal dan diketahui yang disifatkan. Aku adalah yang tidak dapat dijangkau dan diserupakan dengan apapun. “Laisa Kamitslihi Syai-‘un” (QS.Asy-Syura 42:11).
“Akulah Allah Yang Maha Suci yang tidak dapat dimasuki dan dijumpai oleh tubuh-tubuh dan tidak oleh huruf-huruf sekalipun dan tidak pula dapat dicapai oleh kalimat-kalimat”.
Hai Hamba!! Jangan salah terka bahwa setiap yang dhahir itu dapat dilihat... Akulah Raja yang menyata dengan Kemurahan dan tersembunyi dengan Keperkasaan.
Hai hamba!! Akulah Yang Dahir yang tidak dapat dilihat dan dipandang oleh mata, dan Akulah Yang Batin yang tidak dapat disentuh oleh prasangka dan persangkaan yang bagaimanapun.
Hai hamba!! Akulah Yang Maha Kekal, yang mana kekekalan Ku tidak dapat diberitakan oleh abad; Dan Akulah Yang Esa yang jauh dari bilangan dan perhitungan”.

“Setiap sesuatu akan dituntut oleh asal mulanya, sebagaimana tubuh dintuntut oleh asa mulanya. Yang Satu itu AKU, Yang Maha Tunggal dan sendirian, dan tidaklah Aku dari sesuatu lalu sesuatu itu akan menuntut pada-Ku.
Dan tidaklah Aku dengan sesuatu, maka sesuatu itu akan menyertai Ku.
Aku adalah mutlak, tiada satu pun ikatan, dan Aku bebas tanpa ada sesuatu yang menentukan”.

4.
BERSANDING  BERSAMA  ALLAH

Allah berseru kepada hamba-Nya. (Pahami QS.Al-Insylqaq 84.6).
“Apabila eggkau berhimpun dengan selain Ku, kemudian berpisah, niscaya tidak dapat engkau berhimpun (lagi)”.

“Hendaklah engkau bersanding dengan Ku, niscaya engkau akan berhimpun dengan yang menghimpun segala yang bersanding dengan Ku. Dan engkau akan mendengar dengan pendengaran yang mendengarkan segala pendengaran, maka engkan akan mencakup selain dirimu dan engkau akan memberitakan tentang DIA dan tidaklah engkau akan dicakup oleh selainmu lalu DIA memberitakan perihalmu”.

“Orang yang berdiri di Hadirat Ku tidaklah ia akan ditawan oleh pesona keindahan dan tidaklah ia dikejutkan oleh kegentaran, karena ia melihat Yang Nayat (Adh-Dhahir) dan bukan kenyataan-kenyataan (yang berbilang) Ia akan melihat keindahan yang bukan dapat dinamakan keindahan lagi. Ia akan nampak Yang Mutlak yang tidak lagi terikat (Al Mqayyad), ia akan melihat yang menentukan dan bukan yang ditentukan”.

“Wajah Ku hanya Ku peruntukan bagi para yang berdiri di Hadirat Ku; Pekabaranku baga para Pengenal-Pengenal Diri Ku (Arifin)”.
“Karenatu, bersucilah engkau untuk berdiri tegak (Al Waqfah), Jika tidak demikian halmu, Akan Ku campakan engkau, jangan sampai ada atasmu kekuasaan lain selain Ku semata-mata”.

Dengan pendirian yang demikian, engkau akan melihat segala sesuatu selain Allah itu, dengan kelainan yang senyata-nyatanya dan berlepas dirilah engkau dari kesemuanya itu”.

5
H  U  R  U  F

Allah berseru kepada hamba-Nya. (Pahami QS.Al-Insylqaq 84.6).

Huruf dirang­kai menjadi perkataan, dari perkataan menjadi pendapatan; Pendapatan bersama dengan perkataan akan menjadi bilangan. Pendapatan disatukan dengan bilangan perkataan, dan bilangan perkataan disatukan dengan bilangan pendapatan menimbulkan kekuatan magis. Dan atas dasar hukum “Peringatan” hal yang demikian adalah masuk dalam kekufuran.

Hukum bilangan kata adalah hukum bantah-membantah (senketa) yang satu berlawanan dengan yang alin, hal demikian membawa kepada kepiluan dan kecemasan, hal yang demikian adalah kemustahilan belaka dan menjadikan ketergantungan dan keguncangan.

Asma’ (nama-nama) dan sifat-sifat dan Af’al (perbuatan-perbuatan) adalah hijab belaka atas Zat Ilahiat. Karena sesungguhnya Zat Illahiat itu tidak dapat menerima pembatasan. Zat Illahiat itu berada pada tingkat ketinggian, sedang pelepasan (Penanggalan  -  Tajried) dan Ama’ dan Sifat adalah urut-urutan yang menurun (Tanazzilat).

Asma’ dengan zat asmanya berdiri tanpa perbuatan, asma’ dapat berbuat hanya dikarenakan Zat Allah semata. Dan... sesungguhnya persoalannya berkisar bagaikan perkakas dan alat-alat. Dan Huruf di dalam Surga adalah merupakan alat-alat dan perkakas.

Para Malaikat yang membangun Mahligai-mahligai dan memancarkan sumber-sumber mata air, yang menciptakan makanan-makanan dan menyediakan minuman-minuman, kesemuanya adalah huruf. Dan huruf itu adalah Maqam (kedudukan) yang diberikan kepada para Malaikat, dan pra Malaikat tiada kesanggupan untuk melampauinya (melangkah lebih dari batas yang ditugaskan padanya).

Adapun manusia, maka ia memperoleh kesanggupan untuk lewat melalui dan melangkah serta melampaui lalu keluar daripadanya agar bisa sampai kepada maqam bersanding “Kedudukan bertetangga dekat” kepada Zat Illahiat sepenuhnya.

Allah berseru kepada hamba-Nya :
“Huruf itu sifatnya lemah, tidak berkesanggupan untuk memberitakan tentang dirinya, apalagi memeberitakan tentang-Ku.

Akulah pencipta huruf dan mahruf – apa yang diberitakan oleh huruf.
Aku jadikan dari rangkaian huruf itu menjadi Asma, dan susunannya menjadi bahasa dan bberapa ibarat agar dengannya manusia yang menjadi penghuni alam ini dapat berbicara. Jangan dilupakan bahwa kesemuanya ini Aku yang menjadikan dan Aku berada di atas segala.

Apa yang Aku ciptakan sebagaimana halnya huruf, tidaklah mempunyai kemampuan hukum apapun atas Ku dan tiada menyentuh sedikit pun atas Zat Ku”.

Telah kukatakan kepada huruf dengan gaya huruf itu sendiri, maka tiadalah lesan (penyalur huruf) itu dapat menyaksikan Daku dan tiadalah Aku dikenal oleh huruf itu.
“Barangsiapa yang telah kucintai daripada penyanding-penyanding Ku dan pencinta-pecintaKu, maka Aku pun berkenan berkata-kata kepadanya, kata-kataku tanpa ibarat (tanpa bahasa dan tanpa rangkaian huruf); Dan orang itu pun akan diajak bicara oleh batu-batu dan bata-bata, dan bagi orang itu cukup mengatakan terhadap sesuatu “Jadilah” maka “Jadi”. Andaikan Ku katakan dengan ibarat, tentu saja ucapan Ku itu akan dikembalikan oleh ibarat kepada diri ibarat itu tentang apa-apa yang diibaratkan dan dengan apa-apa yang diibaratkan. Dan pastilah hal yang demikian menjadikan tirai pendinding karena kembalinya itu dan sekalipun yang mana berarti tiak dapat berbuat apa-apa”.

Allah berseru kepada seorang bijak (yang sudah mencapai pengenalan sejati) :
“Enyahkan jauh-jauh dari dirimu segala apa yang engkau lihat, lepaskan dirimu dari daya tarik apapun dan dari pengaruh yang bagaimanapun juga, terutama dari rangsangan-rangsangan. Keluarlah engkau dari ilmu pengetahuan, amal-amalmu, pengenalan ma’rifatmu, bahkan dari dirimu dan namamu sekalipun. Keluarlah engkau dari huruf dan mahruf.

Lemparkan segala ibarat ke belakang punggungmu dan campakan arti makna ke belakang ibarat, dan lemparkan pendapat ke belakang arti makna dan masuklah engkau seorang diri (tunggal), niscaya engkau akan melihat Aku sendiri. (Itulah kebenaran pandangan matahati)Selanjutnya untuk mencapai tingkat yang demikian bagi si salik (orang yang berjalan menuju kepada Allah) memerlukan melepas-bebaskan dirinya dari segala sesuatu, baik pengetahuannya, ama perbuatannya, sifatnya bahkan diri dan namanya dalam ari keluar dari kebanggan diri. Janagan hendaknya sampai terucapkan dari lesan “Aku si anu yang telah mencapai derajat demikian, aku adalah seorang arif yang bijak, yang berilmu dan yang telah membuat karangan-karangan”. Bukan hanya itu saja, tetapi ia harus keluar dari sihirnya, kalimat dan fitnahnya ibarat (ucapan) ... keluar dari tabiat dan keinginan-keinginan (syahwat)... keluar dari adat istiadatnya, dan dari kesemuanya itu dikembalikan apapun yang ada pada dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (Semata-mata). Ia harus mencuci tangannya (sebersih-bersihnya) baik dari pangkat dan kejayaannya serta kekuasaannya.

Itulah sebenarnya penelenjangan yang sewajibnya untuk dapat masuk ke Hadirat Illahy, dan itu adalah suatu perjalanan rohani yang tidak dapat dicapai oelah setiap orang, malainan oleh orang-orang tertentu.
   
Allah berseru kepada seorang yang Arif :
“Andaikan perjalananmu berhenti hanya sampai kepada huruf, lalu engkau dikuasainya sebagaimana tawanan, dan terpengaruhlah oleh rahasia-rahasianya,  dan tergoda oleh teka-tekinya, agar supaya engkau dapat merajalela atas manusia-manusia, niscaya akan Ku catat engkau dari golongan ahli sihir yang tidak berjaya, dan dari penyembah-penyembah huruf yang mereka itu adalah (terang-terangan) berlaku syirik kepada Ku  mereka adalah penyembah-penyembah huruf selain daripada Ku, dan menuntut nama itu dari selain Ku”.

“(Bila) Aku memberitahukan kepadamu tentang rahasia huruf, maka itu adalah suatu malapetaka yang gawat segawat-gawatnya.
Engkau dapat mengenal rahasia huruf, sedang engkau berada di dalam kemanusiaanmu, niscaya gilalah akal budimu.
Engkau dapat mengenal rahasia Asma (Nama-nama), sedangkan engkau berada di dalam kemanusiaanmu, biscaya gilalah akal budimu.

Hai hamba!! “Tiada ijin bagimu, kemudian tiada ijin bagimu, kemudian tujuhpuluh kali tiada ijin bagimu untuk membeberkan terhadap apa yang Daku percayakan kepadamu dari rahasia-rahasia huruf-Ku dan nama-nama Ku. Dan ... bagaimana engkau masuk ke dalam khazanah Ku, dan bagaimana engkau mengambil dari huruf-huruf itu satu huruf dengan keperkasaan Ku dan Kekuasaan Ku, dan... bagaimana engkau melihat Ku???”

6.
ARTI AYAT : “Dan Bahwa Hanya Kepada Tuhanlah Kesudahan Segala Sesuatu” (Qs. An Najm 53:42)

Allah berseru kepada hamba-Nya. (Pahami QS.Al-Insylqaq 84.6).
“Engkau berhasil mendapatkan segala sesuatu daripada Ku, maka dimanakah kekayaanmu???
“Engkau ku luputkan dari segala sesuatu, maka dimanakah kefakiranmu??
“Aku yang melindungi engkau dari api neraka, maka dimana letak ketenengan dirimu??
“Ku menangkan engkau dari Surga, maka dimana pula letak kenikmatanmu??
“Hanya Aku ketenangan mu, dan di sisi Ku kediamanmu, dan di anatara kedua tangan Ku tempat berdirimu, andaikan engkau ingin mengetahui”.
“Akulah, kesudahn itu”.
“Dan tiada kebahagiaan tana kesudahan itu”.
“Ku ciptakan engkau untuk Ku... berada di sanding Ku... supaya engkau menjadi tatapan pandangan Ku dan Aku menjadi tujuan pandangan mu”.

“Aku tidak rela engkau hanya berada dalam kedudukan berdzikir saja, atau ibadah saja, maka Ku dirikan pintu-pintu dan jalan-jalan. Aku sampaikan engkau agar dapat mencapai untuk melihat Ku, sebagaimana ayat di bawah ini :

“Hai manusia, sesungguhnya engkau telah bersusah payah dengan kegiatan kerjamu untuk menuju Tuhan mu, maka pastilah engkau akan menjumpai Nya” (QS. Al-Insyqaq 84:6).
Tafsiran dari “Kad khu ilallahi” adalah kerja giat penuh dengan kesungguhan untuk tujuan menemui “Nya”. Tanpa jumpa dengan DIA, tiadalah arti ketenangan dan kebahagiaan.

7.
ARTI  MAKNA  “ISLAM”

Allah berseru kepada hamba-Nya. (Pahami QS.Al-Insylqaq 84.6).
“Hendaklah engkau menyerahkan kepada Ku dengan sepenuh hatimu, dan menyerah kepada perantara-perantara dengan tubuhnmu; Supaya engkau bersama Ku dengan kemauan kerasmu, dan bersama selain Ku dengan akal budimu.

Maka engkau senantiasa menghimpun kemauan kerasmu atas Ku, tiada bagian bagi selain Ku terhadap dirimu kecuali hanya kehadiranmu bersamanya, dengan akal budimu saja, maka jangan engkau bersukaria atas karunia yang dianugrahkan-Nya kepadamu dan jangan cepat-cepat marah kepada orang yang menyakiti hatimu, jangan pula bermegah karena kejayaanmu dan menepuk dada menyombongkan ilmu pengetahuanmu.

Waspadalah, jangan terperdaya terhadap karunia-Ku dan jangan putus harapan karena Ujian dan cobaan Ku, dan jangan jinak bermanja dengan sesuatu selain Ku”.
“Laksanakan saja apa yang menjadi perintah Ku tanpa menoleh ke belakang, halmu jika demikian sama dengan Malaikat Ku yang berkemauan teguh”.
“Bila engkau berlengah-lengah menanti perintah Ku, sedangkan engkau sudah menegetahui, maka hal yang demikian terang-terangan engkau melanggar perintah Ku”.

8.
SEBUTAN  “AKU”

“Tidak akan diucapkan kalmiat “AKU” melainkan oleh orang yang berkawan dengan kelengahan dan oleh setiap orang yang terhijab oleh hakikat :

Ku, pesona dunia masih mencengkeram dirimu, masing-masing akan menyambar dirimu dengan seruan kepada zat dirinya, engkau masih saja dalam kegaiban yang kelam daripada Ku.
Maka apabila engkau telah melihat “AKU” dan “Aku” pun telah bernyata di hadapanmu, tetapkan keteguhanmu, maka tiada Aku lagi malinkan “AKU”.

“Telah ku ciptakan untukmu dan untuk sesuatu menjadi tujuan, antara lain tujuan itu adalah “Cintamu kepada dirimu sendiri” itulah tetesan faham (kalimat) yang engkau warisi, kata-katamu “aku” adalah egomu sendiri (AKU berlepas diri dari anggapan yang demikian). Dan tidak lain Zat itu melainkan kepunyaan Ku, dan tidak lain “Aku” itu kecuali untuk Ku semata. AKULAH yang DIA itu AKU, adapun hakikatmu, bukanlah zat dan bukan pula persoalan, hanya sesungguhnya engkau berada pada pembagian yang bersifat wahami (dugaan), hal ini disebabkan karana caramu berpikir dan pencapaianmu pada pendakian jiwa dan persoalan.

Engkau dalam setiap saat terbagi kepada “menyaksikan dan disaksikan”, dua menjadi satu dalam bentuk penyatuan... jiwa yang mencapai dan persoalan yang dicapai... adapun hakikatmu sendiri tersembunyi jauh di balik penyatuan ini, meninggi atasnya, jauh dari segala itu semua. Engkau bukan lagi zat dan penyatuan, tetapi engkau hanyalah roh dari Roh Ku, tiada nisbah bagimu melainkan pada-Ku”.

Engkau tidak mengungkapkan hakikat ini, kecuali di kala terangkat daripadamu tirai penutup dan engkau memandang Ku, ketika itulah lenyap keadaan dirimu yang menyatu, penyatuan yang bersifat serba duga (wahami), lalu engkau menyadari atas hakikat dirimu dan engkau dapati dirimu yang sebenarnya yang bukan zat dan bukan pula dari persoalan, tetapi hanya semurni-murninya roh; yang sederhana (Basithah) sutu yang tidak terbagi, (Jauhar) tunggal, meninggi, tiada nisbah melainkan kepada Ku, maka engkau tidak lagi mengulangi dan mengatakan “AKU” tetapi mengatakan “Engkaulah Tuhanku”, dan telah engkau ketahui, bahwa “AKU” adalah untuk Ku semata, dan bahwa engkau adalah hamba Ku”.

Seruan Allah kepada para arifin : Jikau engkau sudah tiba kepada melihat Ku, maka tidak akan ada tuntutan, dan apabila tidak ada tuntutan maka hilanglah sebab,  dan jika sebab telah musnah maka tiada lagi nisbah, sempai di sini sirnalah hijab”.

9.
ILMU  PENGETAHUAN

ILMU adalah merupakan satu upaya untuk mencapai sesuatu yang terdiri dari bagian-bagian dalam ulah lingkungannya, dan penempuhannya diperlukan adanya gerak dan perjalanan disertai tata tertib dan peraturan-peraturannya yang tertentu yang ada padanya; Yaitu ilmu pengetahuan yang membahas tentang ketentuan-ketentuan.

-                      Bilmaqadir = tentang kadar banyaknya.
-                      Alkammiyat = dan tentang hubungan-hubungannya
-                      Al ‘ilaqat = Akan tetapi ilmu itu agak lemah terutama untuk mencapai teka-teki yang memerlukan pemecahan, “Apakah ini dan apakah itu (Almahiyat), dan pula untuk mencapai hakikat-hakikat yang ada taraf kesudahannya. Dan ilmu itu dalam persoalan ini kedudukannya tidak lebih dari alat yang kurang mempunyai kesempurnaan yang malahan kadang-kadang menyesatkan.

Al Imam An Nafri berkata :
“Ilmu itu sendiri merupakan tirai penutup atas apa yang sudah menjadikan pengetahuannya; yang seyogyanya tidak demikian halnya.
Seorang yang banyak berilmu (“Ulama) terdinding oleh kesadarannya sendiri, sama halnya dengan si dungu terdinding oleh kelengahannya. Sungguh pun begitu ilmu itu mencerai-beraikan  akal si alim, disebabkan karena ilmu itu terpetak-petak dalam beberapa bidang dan arah tujuan pemikiran”.

Ilmu itu sendiri memiliki jalan-jalan dan saluran-saluran, lalu sampai kepada cabang-cabang. Tiap-tiap cabang mempunyai jalan keluar sendiri-sendiri, sampai di sini tidak dapat dielakkan lagi akan terjadinya perselisihan, dan dari perselisihan menjurus ke arah kesesatan.

Akal, setelah mengetahui kesemuanya itu, lalu mengadakan penyaringan di antara pelbagai macam kemungkinan-kemungkinan, maka terperosoklah ia ke dalam aneka ragam kesimpang-siuran.”.

Dan Allah dalam seruan-Nya menyampaikan :
“Seorang yang berilmu masih dalam ikatan serba dua “Menyaksikan dan disaksikan”, begitu pula halnya seorang pengenal (Arifin) ... yang tidak... dan yang lain halnya... adalah seorang Waqif di Hadirat Ku (orang yang berdiri tegak di tempat penghentian pencapaian), ia adalah tunggal... karena dia telah sirna (fana) meniadakan keserba-duaan lagi, menyadari dan kembali pada pribadinya sendiri dalam kesederhanaan dan kesatuannya (ringan lunglai terlepas dari daya tarik apappun dan senyawa-menyatu)”.

“Maka seharusnya puncak dari ilmu, akal dan pikiran itu mengembalikan pada kedudukan asalnya dari segi bagian-bagian dan kenyataan-kenyataan kepada Yang “SATU” ialah Allah Maha Penciptanya. Dari sini bertolak ke arah pengenalan (Makrifah) barau dapat disebut orang arif. Tetapi pandang pengenalan seorang sufi jauh dari kesemuanya ini, lebih tinggi menjulang dan tidak menilai ilmu, karena pengenalannya kepada Allah semata-mata, makrifat yang tunggal, mengenal ke Esaan-Nya, dalam sifat-sifat-Nya, Asma-Nya, Af-al-Nya, Taqdis-Nya dan ke Maha Sucian-Nya”.

Selanjutnya Allah berseru :
Hai hamba yang berilmu! “Bilamana ilmumu dapat melepaskan engkau dari ilmu mu, maka engkau akan tiba pada perjalanan pengenalan (Makrifat), tetapi kalau engkau menyatu dengan ilmu mu, maka ilmu itu akan menjadi penghijab bagimu; Dudukkan ilmu itu pada tempat yang seyogyanya menjadi penghantar ke arah makrifat dan bukan engkau yang menyatu dengan ilmu mu”.

“Setelah engkau tiba di ambang pintu makrifat, dan memasukinya, maka engkau akan terheran-heran dan menginsafi kebodohanmu di hadapan Zat Illahiat dan inti mula pertamanya.

(Kunhiha) serta apa sebenarnya DIA (Manhiat) terungkaplah di sini lunglainya pencapaian, itulah pencapaian dan kedunguan adalah puncak makrifat, maka terhujamlah dalam sanubarimu akan arti sebenarnya dari “ Tiada satupun yang menyamai-Nya”.

Seorang sufi mewejang : “Kebodohan, kedunguan adalah tirai penutup yang asli dan tak mungkin tersingkap tentang Zat Ilahiat, kecuali pada Hari Kebangkitan (Kiamat) kala seorang hamba dikehendaki-Nya untuk memandang dengan pandangan mata.

Adapun sebelum itu maka tiadalah mungkin melihat Allah dengan terang-terangan, dan apa yang dialami seorang abid ialah menyaksikan Allah pada sesuatu yang di dalamnya terdapat bekas dari tangan pembuatnya, ayat-ayat-Nya, hikmah-Nya, tadbir-Nya (yang diuraikan-Nya). Dan itu merupakan penglihatan akal serta matahati atau melihat Nur-Nya.
Adapun Zat, akan tetap tinggal terselubung oleh selimut gaib yang mutlak.

Dan di kala seorang abid mencapai puncak makrifat, maka ia menyadari akan kebodohannya di hadapan Zat itu; Dan menyadari pula akan kelemahan semua usaha-usaha dan cara-cara yang selama ini diandalkan; ia akan memulai perjalanannya kepada Allah dengan menempuh penyaksian. Maka akan keluarlah ia dari alam nyata selain Allah. Keluar dari ilmunya, amalnya, makrifatnya, ifatnya, namanya dan juga kelura huruf dan ibarat, dan apa saja yang diibaratkan oleh huruf dan oleh ucapan ibarat.

Dengan pelepasan, penanggalan segalanya itu tadi adalah pintu untuk mencapai “Penglihatan” serta jalan masuk menuju “Hadirat-Nya” dan penghentian jalan terakhir dari “penyaksian” maka ia masuk didorong oleh kekuatan cahaya yang menetap (tidak membiarkan dan tidak meninggalkan).

Yang demikian adalah, apa yang diuraikan dalam gambaran seorang sufi “Penglihatan hati (Ru’yah Qolbiah) terhadap Zat yang tertutup terselubung dan terhijab dengan Nur demi Nur-Nya; dan itu merupakan permulaan disertai kenyataan yang dikawani oleh poros tempat persembunyian segala sesuatu dan (dikawani) pula oleh keadaan dari kelenyapan yang sepenuh-penuhnya... tiada sesuatu... selain Nur itu.

Ketahuilah bahwa Nur itu bukanlah Zat, tetapi hanyalah suatu ayat (tanda bukti) dari sekian banyaknya tanda-tanda bukti, dan juga sebagai hijab dari sekian banyaknya hijab-hijab dan juga isim dari berbagai Asma-Nya (nama-nama-Nya) dan Asma adalah hijab atas yang bernama dan yang dinamai.

Dan ini bukanlah penyaksian pandangan mata. Dalam hal ini penyaksian pandangan mata tidak mungkin sama sekali selagi di dunia ini, dan tidaklah bagi insan yang memiliki bentuk jasad insani. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan dari apa yang terjadi, dan apa yang dialami Nabi Musa As. Yang tidak memiliki daya kemampuan memandang, hingga jatuh pingsan; dan bukti yang dijadikan contoh tidak pula memiliki kemampuan tersebut hingga hancur lumat berbutir-butir,

Di dalam Al Qur’an surat Al A’raf 7:143 :
“Dan tatkala Musa datang di tempat yang telah ditentukan, dan Tuhannya berkata-kata dengannya, lalu berkatalah Musa :”Wahai Tuhanku! Perlihatkanlah diri-Mu padaku supaya aku dapat memandang-Mu”. Ia pun berfirman : “Tidak sekali-kali engkau dapat melihatk-Ku, tetapi pandanglah ke bukit itu; jika ia dapat tetap di tempatnya, maka engkau akan melihat pada-Ku”, Maka tatkala Allah “memperlihatkan diri” kepada bukit tadi, bukit itupun hancur luluh menjadi lumat dan jatuhlah Musa dalam keadaan tak sadar diri. Maka tatkala sadar, berkatalah Musa “Maha Suci Engkau! Aku taubat kepada-Mu, dan aku adalah orang pertama yang beriman kepada Mu”.

Perhatikan! Musa tidak jatuh pingsan karena melihat Zat Ilahy, tetapi ia baru melihat tajallinya Zat atas sesuatu yang lain, yakni bukit itu, baru tajalli-Ny saja, dapatkah engkau membayangkan betapa mungkin terjadi jika sekiranya Musa melihat Zat-Nya.

Dalam ilmu penegtahuan insani terdapat segi tantangan, karenanya setiap sesuatu tujuan pemikiran diiringi oleh pemikiran akal yang menguraikan kebalikannya. Demikian juga kejahilan insani, yang di dalam kejahilannya terdapat tantangan (dari kebalikannya). Tidak demikian halnya dengan ilmu pengetahuan Rabbani (Ilahy) yang Ladunni (Ilmu yang didapat langsung dari Alloh), maka ilmu yang demikian, begitu juga kebodohan yang berupa “pengetahuan ketidaktahuan”, maka ia adalah suatu kejahilan yang asli, yang tiada tantangan kebalikannya, karena kejahilan terhadap Zat Ilahiat adalah merupakan sampainya kepada hakikat yang terakhir, yang berkesudahan (nihaiyah), justru Allah itu Yang Maha Suci (Majhul al-Hawiyah) yang tak dapat diketahui karena tiada sapun yang menyerupai-Nya (Dan itulah sifat Zatiyah).

Allah berseru kepada hamba-Nya :
“Keluarlah engkau dari ilmumu yang kebalikannya adalah kejahilan, keluarlah engkau dari makrifat yang kebalikannya adalah pengingkaran... niscaya engkauakan jinak terhadap apa yang engkau ketahui, Ilmu itu berseteru dengan kejahilan, dan kejahilan itu adalah huruf... kejahilan itu menjadi seteru ilmu dalam kejahilannya terdapat huruf”.

Keluarlah engkau dari huruf, niscaya engkau mengetahui ilmu yang tiada seterunya, yaitu Ilmu Rabbani (jika engkau sudah sampai ke taraf ilmu ini), maka engkau akan menjahili suatu kejahilan yang tiada lagi berseteru dengan kejahilan yang berupa pengetahuan. (Al Jahlul Irfani)”.

“Jika engkau telah mengetahui suatu ilmu yang tiada seteru, dan jika engkau menjahili kejahilan yang tiada bersetru pula, maka engkau bukan lagi tergolong dari penduduk bumi dan langit”.

“Jika engkau sudah bukan lagi menjadi penduduk bumi, maka Aku tidak akan membebani engkau pekerjaan ahli bumi; Juga kalau engkau tidak lagi menjadi peduduk langit, maka Akupun tidak lagi membebani engkau menjadi pekerja ahli langit”.

Pekerjaan-pekerjaan ahi bumi adalah keserakahan dan kerakusan, kelengahan dan menghambakan diri pada hawa nafsu dan kepada semua yang nampak di permukaan bumi ini, yang saling kejar mengejar memperebutkan aneka perhiasan. Sedangkan pekerjaan ahli langit adalah Zikir dan ta’dziem (membesarkan Nama Tuhan) dan itulah penghambaan ahli langit terhadap Tuhan, dan itulah yang menjadikan mereka jinak dengan ketenangan kepada Allah.

Dan penghambaan itu merupakan hijab yang terdekat, yang mana Aku dari balik-Nya berhijab pula dengan sifat keperkasaan; dan kelengahan itu pun suatu hijab yang jauh, yang mana Aku dari baliknya berhijab dengan semua dan apa-apa yang telah Ku ciptakan dari segala sesuatu saling pengaruh-mempengaruhi.

10
R A H A S I A

As-sir (rahasia), adalah laksana sesuatu yang terselubung dalam kelembutan dan kehalusan, yang tersembunyi di dalam diri manusia, halnya seperti keadaan roh, hati dan matahati.

Kami biasa mengucapkan : “Naiknya sudah sampai pada pencapaian Rahasia Tuhan;  ucapan ini rumus untuk sebutan maut, yakni keluarnya roh dari tubuh.
Dan Allah berseru kepada hamba-Nya :
Hai hamba!!” Sirmu yang tersembunyi itu berkekuatan melebihi kekuatan bumi dan langit.

Sermu dapat memandang tanpa biji mata, mendengar tanpa daun telinga, Sirmu tidak bertempat tinggal di dalam rumah-rumah dan tidak pula makan buah-buahan”. Sirmu tidak mengenal malam dan tidak mengembara di siang hari”.

“Sirmu tidak diketahui oleh akal dan pikiran, dan tidak pula berhubungan dengan hukum sebab-akibat.”.
“Sirmu hidup dalam abad demi abad, sedang jasadmu hidup dlam waktu yang ditentukan”.
“Aku berada di belakang sirmu;.. Pengetahuan sirmu tidak mengetahui akan Daku, dan isyarat-isyarat sirmu tidak sampai menyaksikan Daku”.
“Bila telah engkau yakin tentang sirmu, maka engkau bukan lagi engkau.... sedangkan engkau-engkau itu adalah tetap engkau”.
“Engkau daripada Ku”.... “Engkau kemudian daripada Ku”
‘Sedangkan segala sesuatu di alam wujud ini datangnya kemudian daripadamu dapat mengalahkan engkau asalkan engkau mengenal kedudukanmu dan membiasakan (melazimi) duduk di dalam maqammu, maka yang demikian itu engkau lebih kuat dari kandungan huruf dan asma; lebih kuat dari segala apa yang nyata di dalam dunia dan akhirat”.

“Jika engkau telah meyakini akan sirmu, maka yakin pulalah engkau akan Daku; daripada Ku lah adanya segala sesuatu. Akulah yang menyatakan segala sesuatu; Akulah yang DIA itu AKU”.

“Aku tidak berada di dalam sesuatu, dan aku berlepas diri dari pada sesuatu, dan tidak pula Aku berdiam di dalam sesuatu; dan tidaklah Aku di dalam Aku, dan tidaklah Aku daripada siapa pun, dan Aku tidak terjawab oleh pertanyaan “Bagaimana?? Dan tidak pula oleh ucapan tanaya “Apa” pun”.

“Aku adalah Yang Maha Esa, Maha Tunggal dan menjadi kembalinya segala macam pinta (Shomad) tidak ada yang dapat menyatakan adanya menjadi nyata selain Ku”.
“Aku telah mendhahirkan alam semesta, yang bersifat teguh-tetap (alam benda) dan apa bila Aku bernyata niscaya Aku akan melenyapkannya, dan apabila Aku berkehendak; niscaya Aku mengembalikannya kepada mendahirkannya pula dengan pakaian-pakaian sementara , serta aneka ragam logam-logam yang terdapat di mana-mana (Yakni pakaian ruang dan waktu ... masa dan mana).

“Maka peliharalah batasmu antara Ma’nawiyah dan tsabatiyah (yang tidak tetap dan yang tetap) antara roh dan jasad.

“Segala sesuatu akan dituntut oleh dari mana ia berasal (jasad barasal dari tanah, maka tanah itu akan menuntut) dan tiadalah Aku dengan sesuatu, maka sesuatu itu akan berkhusus dengan Ku; Tiadalah Aku ditentukan, dan sesungguhnya Aku mutlak (bebas)”.

11.
SOPAN  SANTUN  BERTUTUR  KATA  BERSAMA  ALLAH

Hai hamba !! Janganlah engkau menentukan dan menguraikan apa-apa yang menjadi keperluanmu, tetapi hendaklah engkau menyembunyikannya, lalu ucapkanlah :
“YA Tuhan, tengoklah hambamu ini yang berdatang sembah dalam keadaan durhaka penuh dosa,... tolonglah akan daku dalam urusanku, dakulah semua kemalangan itu,,,, hanya Engkaulah yang dapat memilih mana yang baik untukku; dakulah yang bodoh terhadap masalahku di antara kedua tangan Mu. Hindarkanlah daripadaku tindak memilih atas-Mu”.

Hai hamba! “Tindak memohon kepada Ku hendaknya diiringi dengan pernyataan yang bijak... maka akan ku perlihatkan kepadamu apa yang selama ini engkau sembunyikan dan apa yang engkau nyatakan ... katakanlah;

“Ya Tuhan! Daku bersama Mu sahaja, agar tiada satu pun menyambarku dan ditarik mejauh dari Mu, daku bersama Mu sahaja, agar tidak mengenal selain Mu; ,,, Jadikanlah daku melihat Mu untuk selama-lamanya; Ku mohon apa yang Engkau Ridloi...Anugrahkanlah daku kecintaan pada Mu”.

“Ya Tuhan!! Daku memohon dengan segala kerendahan dan sepenuh hati, dapatlah daku menjadi hiasan antara kedua tangan Mu; pakaikan untuk ku pakaian indah yang menjadi hamparan tibanya karunia Mu; Jadikanlah pula daku selalu memandang Mu menurut kehendak dan kemauan Mu dan menjadi sasaran gairah cemburu Mu”.

Hai hamba! Ucapkanlah kata-katamu dengan penuh rasa penyesalan!
“Tuhanku yang melihat akan daku, maka bagaimanakah daku melihat selain Nya.

Telah daku lihat pula daku saksiskan, maka sekali-kali daku tidak melihat Nya; daku bersenang-senang dan bergembira ria, maka sekali-kali daku tidak melihat Nya; daku murung, daku bersedih, maka sekali-kali daku tidak melihat Nya; daku lapar dan menanggung derita, maka sekali-kali daku tidak melihat Nya; daku kenyang tidak juga sekali-kali daku melihat Nya... daku menyembah pada Nya; maka sekali-kali tidak juga melihat Nya”.

“Oh Tuhanku! Kemanakah seharusnys daku pergi?  Sedangkan Engkau yang meakukan segala tindak”.

“Tutur kata siapa lagi yang hendak daku dengarkan, bukankah setiap lesan mengucapkan tutu kata Mu?  Dengan siapa pula daku menggabungkan diri dalam himpunan?  Sedangkan Engkau berada di setiap himpunan”.

“Tak pelak lagi ya Tuhan, Engkau berada di setiap mata yang melihat”.

12.
DENGARKAN  ISI  PERJANJIAN  PENGANGKATANMU

Aku ditegakkan berdiri di antara kedua tangan Nya; lalu ia berseru :
“Tiada kufitrahkan padamu agar engkau tunduk kepada ilmu pengetahuan, tiada pula Ku didik engkau agar berdiri di depan pintu-pintu selain pintu Ku; tida pula Aku mengambil kawan duduk semajelis agar engkau mengajukan permohonan pada Ku untuk duduk bersama selain Ku. Hendaklah engkau ketahui siapakah engkau, maka pengetahuanmu tentang dirimu adalah merupakan suatu peraturan bagimu yang tiada akan roboh, dan suatu ketenangan untuk mu yang tiada akan lenyap”.

“Engkau adalah hamba K”.
“Engkau hidup dengan Ku, karena tiupan roh Ku, dan kepada Ku engkau kembali, dan dengan Ku engkau akan bangkit, dan kepada Ku engkau bernasab. Ku ciptakan engkau agar engkau menjadi tatapan pandangan Ku, dan engkau akan menjadi pengurai Nama-nama Ku; Ku ciptakan dunia ini untukmu dan pula Ku sujudkan kepadamu; dan Ku ciptakan segala sesuatu demi engkau, Ku bentuk engkau demi Aku supaya engkau menjadi ahli Hadirat Ku; Ku pilih engkau demi kemuliaan himpunan Ku; Ku gemarkan engkau bersama Ku; Ku fitrahkan engkau sesuai dengan gambaran Ku”.

Dengarkan perjanjian wilayahmu (Pengankatanmu) :
“Jangan engkau bertakwil atas Ku dengan menggunakan ilmu pengetahuanmu, taatilah hukum-hukum Ku tanpa takwil dan tanpa saling berbantah.

Janganlah engkau menjarak daripada Ku... demi untuk kepentinganmu sendiri... manakala engkau keluar, hendaklah keluar kepada Ku; dan engkau masuk, hendaklah mesuk pula kepada Ku; dan engkau tidur, maka tidurlah dalam penyerahan kepada Ku; dan bila engkau bangun, maka hendaklah engkau bangun penuh dengan rasa tawakal kepada Ku; dan bila engkau makan hendaklah engkau menyadari bahwa makananmu itu dari tangan Ku; dan bila engkau minum, hendaklah engkau menyadari pula bahwa engkau meneguk minuman dari tangan Ku”.

“Mohonlah pertolongan dengan berdo’a kepada Ku, agar engkau bisa tegak berdiri di dalam maqammu di antara kedua tangan Ku... Kalau tidak ... maka diammu itu menyeru kepadamu tentang apa-apa yang telah diketahui perihal dirimu, maka waspadalah engkau kepada Ku, jangan sampai diammu itu menjadi seruan kepada dirimu, sednagkan engkau mengesankan bahwa diammu itu adalah taqarub (berhampir diri) kepada Ku”.

“Bagaimana engkau melepaskan pendanganmu ke arah langit dan bumi, matahari dan bulan, dan kepada segala sesuatu apapun, sedangkan engkau telah mengetahui, bahwa kesemuanya itu terang dan nyata daripada Ku.

Kesemuanya itu mensucikan diri Ku dengan menyampaikan puja-pujiannya kepada Ku dan mengucapkan kata tulus “Laisa Kamitslihi Syai’un... Tiada satu pun yang menyamai Nya”... Janganlah engkau menyingkir dari patokan pandangan yang demikian ini, agar tidak dirampas oleh pandangan-pandangan lain. Dan  jangan lupa engkau mengeluarkan sifatmu dari cara memandang yang demikian, kaena nantinya engkau dirampas oleh sifatmu sendiri”.

“Bila engkau tidak melepaskan sifatmu keluar dalam pandangan ini, akan ku tan engkau akan menulis atas dahimu wilayah Ku (pemeliharaan Ku), dan akan engkau saksikan bahwa sesungguhnya Aku berada bersamamu di mana pun engkau berada. Dan akan ku dudukan engkau di dalam maqam ishmad (maqam yang tidak luput dalam penjagaan Ku), dan akan Ku tetapkan engkau dalam sopan santun dari segala syahwat keinginanmu, dan engkau kan merasakan malu untuk selalu berada di dalam tata cara adat-isitadatmu”. SesungBahwa syahwat-syahwat itu menjadi hijab penutup atasmu untuk menguji kecintaanmu, maka jika engkau menetapkan pilihan kepada Ku dan tidak memilih keinginan-keinginan lain, niscaya ku ungkapkan untukmu zatmu sendiri dan tiada lagi Aku menutupi engkau dengan aneka keinginan-keinginan syahwat. Ketahuilah, bahwa syahwat itu mendatangi engkau melalui jasad tubuhmu. Adapun zatmu maka Ku ciptakan atas dasar suci murni tiada condong melainkan hanya kepada Ku sendiri”.

“Katakanlah pada lubuk hati nuranimu, agar berdiri tegak di anatara kedua tangan Ku, tiada dengan sesuatu dan tiada pula untuk sesuatu, niscaya Ku bangun mahligai yang sangat besar di belakangmu, dan kekuasaan agung di bawah kedua telapak kakimu.

Hendaklah engkau memohon bantuan hanya dari Ku sahaja, jangan dari Ilmu Ku, dan jangan pula dari dirimu, dengan demikian engkau menjadi hamba Ku, berada di sisi Ku dan dapat pengertian perihal Ku.

Hendaklah halmu menjadi demikian laksana TUHAN YANG HADIR, dalam alam semesta yang gaib dan pudar. Maka inilah hiasan sifatnya barang siapa yang aku malu daripadanya”.

13.
PENGLIHATAN

Allah berseru kepada hamba-Nya. (Pahami QS.Al-Insylqaq 84.6).

Hai hamba! “Menundukan kepala ke bawah, adalah merupakan lalu-lintas dunia dan akhirat, dan melepaskan pandangan adalah merupakan penjara dunia dan akhirat (penglihatan adalah laksana penjara dunia dan akhirat dalam arti jika penglihatanmu engkau menjadikan sedemikian rupa, memandang wajah ayu dan cantik, maka di balik wajah ayu dan cantik terbukalah pintu penjara dan engkau menjadi budaknya, maka engkau akan luput kehilangan arah dari dunia dan akhirat)”.

“Orang yang menoleh ke kanan dan ke kiri sudah tidak layak lagi berjalan bersama Ku (karena dia sudah disibukan oleh pikirannya yang tidak menyatu lagi, sudah bercerai berai dan tidak lagi mendengar kata-kata Ku)”.

Hai hamba ! Perihalah hatimu dari jurusan matamu, kalau tidak, maka engkau tidak lagi dapat memeliharanya untuk selama-lamanya”.
 Hai hamaba! Peliharalah matamu, niscaya Ku jaga hatimu (Yakni Ku pelihara hatimu dari ketidaktetapan dan ketidakmantapan)
“Jagalah syahwatmu, niscaya Ku cukupi hajatmu”

“Peliharalah kedua matamu serta serahkan dan tinggalkan kesemuanya pada Ku... bila telah engkau pelihara kedua, niscaya terpeliharalah hatimu dalam puri kerajaan Ku (yakni sudah tidak lagi terpengaruh oleh perbagai macam yang menarik perhatianmu, dan tidak lagi tergoda dari ketidaktetapan dan ketidak mantapan, dan engkau Ku beri kemampuan untuk mengarahkan dan menghimpun tekad yang kuat dan kemauan yang teguh. Itulah yang Ku maksudkan dengan puri kerajaan Ku)

Hai hamba! “Jangan engkau memandang apapun yang Ku perlihatkan padamu dengan pandangan terpesona yang akan menyerumu kepada rasa kepuasan, dan janganlah engkau merendahkan diri terhadap pada sesuatu pun. Jika engkau telah terpesona melihat selain Ku, lalu engkau merasa tergoda, maka katakanlah :
“YA Tuhan... inilah ujian Mu! Maka Aku akan merahmatimu!”

14.
TENTANG  “JAUH DAN DEKAT”

Hai hamba! “Berulang kali Ku perkenalkan diri Ku padamu, tetapi engkau belum juga mengenal Ku, hal yang demikian berarti engkau menjauhkan diri daripada Ku. Engkau sudah mendengar tutur-kata Ku dari lubuk hati sanubarimu, tetapi engkau belum juga mengetahui bahwa itu adalah kata-kata Ku, hal yang demikian sama halnya engkau telah menjauhkan diri daripada Ku”.

“Engkau dapat melihat dirimu, sedangkan Aku lebih dekat dari dirimu, itulah pengertian menjauh yang sebenarnya”.

Hai hamba! “Engkau akan tetap tinggal terhijab dengan hijab tabiatmu sendiri; Sekalipun telah Ku ajarkan padamu, ilmu pengetahuan Ku, dan kerap juga engkau mendengarkan kata-kata Ku, hingga engkau berpindah kepada kedudukan bekerja dengan Ku”.

Adapun si Waqif (Yang berhenti dan berdiri tegak di Hadirat Ku) maka ia telah memasuki tipa rumah, maka tiada lagi rumah-rumah yang dapat menampungnya; ia sudah merasakan segala macam minuman tetapi masih tetap merasa dahaga; lai ia sampai ke pada Ku, dan Aku adalah tempat tinggalnya, dan di sisi Ku adalah tempat penghentian dan berdirinya.

Al Waqwah (penghentian untuk berdiri tegak di Hadirat Allah), adalah di balik apa yang dikatakan, dan makrifat itu adalah puncak yang di katakan, sedangkan ilmu pengetahuan itu adalah apa yang dapat di katakan.

“Bila engkau melihat selain Ku, takan dapat lagi enggkau melihat Ku”
“Jangan putusa harapan daripada Ku... Andaikan engkau datang kepada Ku dengan segala ucapan dan tutur kata yang buruk, maka ampunan Ku lebih besar lagi. Dan jangan pula engkau bercanda dan berani pula kepada Ku. Andaikan engkau mendatangi Ku dengan semua uacapanmu dan tutur katamu yang baik, tentu hujat Ku lebih utama”.